Oleh: Kelompok 1
Transformasi Pertanian dan Pembangunan Daerah
Pedesaan
I.
Arti
Penting Kemajuan Sektor Pertanian dan Pembangunan Daerah Pedesaan
Suatu strategi pembangunan ekonomi yang
dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak
memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni 1.Percepatan pertumbuhan output
melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga
yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktifitas para petani kecil; 2.
Peningkatan permintaan domestic terhadap output pertanian yang dihasilkan dari
strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan
ketenagakerjaan serta 3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan
yang bersifat padat karya.
Tanpa pembangunan daerah pedesaan yang
integrative, pertumbuhan industry tidak akan berjalan dengan lancar dan pada
gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalah masalah
kemiskinan ketimpangan pendapatan serta pengangguran.
II.
Pertumbuhan
Sektor Pertanian : Masa Lalu dan Tantangan Masa Kini
Organisasi Pangan Sedunia yang bernaung
PBB berulang kali telah memperingatkan akan adanya bencana kekurangan pangan
yang gawat. Penyebab utama dari semakin memburuknya kinerja pertanian di negara
negara dunia ketiga adalah terabaikannya sector yang sangat penting ini dalam
perumusan prioritas pembangunan oleh pemerintah negara negara berkembang itu
sendiri.
Langkah pertama yang harus ditempuh
dalam rangka lebih memahami hal hal yang dibutuhkan guna menyukseskan
pembangunan pertanian dan pedesaan adalah upaya pemahaman secara komperhensif
atas hakikat atau sifat dasar system pertanian di berbagai wilayah negara
negara dunia ketiga yang sangat beragam itu, khususnya mengenai aspek aspek
ekonomi yang tergantung dalam proses transisi dari pola pertanian subsisten
menjadi pola pertanian komersial.
·
Tiga
Sistem Pertanian
Langkah pertama untuk memahami apa
yang dibutuhkan untuk memajukan pertumbuhan dan mendorong pembangunan di
pedesaan adalah memahami permasalahan dari sistem agraria di beragam negara
berkembang dan aspek ekonomi yang mendasari pergeseran pola dari pertanian
subsisten, yakni hasil pertanian hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, ke
pertanian komersial. Pada tahun 2008, ahli ekonomi pertanian dari Bank Dunia
bernama Alain de Janvry beserta rekannya membuat Laporan Pembangunan Dunia yang
salah satu bagiannya menyatakan bahwa disamping majunya sistem agraria di
negara berkembang, terdapat tiga situasi berbeda di balik hal tersebut.
Pertama, pertanian masih menjadi
faktor utama yang berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi di negara agraris.Hal ini ditunjukkan
dengan besarnya pengaruh sektor pertanian pada Pendapatan Domestik Bruto
(PDB).Bank Dunia memperkirakan bahwa pertanian memberi kontribusi sebesar 32%
pada pertumbuhan PDB secara rata-rata pada negara-negara agraris, dimana
sekitar 417 juta penduduk tinggal.Lebih dari dua per tiga penduduk tinggal di
desa, seperti misalnya penduduk sub-gurun Sahara, Afrika, Laos, dan Senegal.
Kedua, kebanyakan penduduk pedesaan
di dunia — sekitar 2,2 milyar — tinggal di negara
yang tengah bertransformasi, dengan indikator persentase penduduk miskin di
pedesaan sangat tinggi (sekitar 80%) namun sektor pertanian hanya memberi peran
kecil pada pertumbuhan PDB (sekitar 7%). Hal ini terjadi pada negara-negara di
Asia Tenggara, Afrika Utara, dan Timur Tengah, serta Guatemala. Ketiga, negara
perkotaan, dimana migrasi desa-kota telah mencapai titik dimana penduduk
yang miskin dapat ditemui di kota, dan sektor pertanian menyumbang kontribusi
yang lebih kecil terhadap pertumbuhan output. Hal ini terjadi di negara Amerika
Latin dan Karibia, serta di Eropa Timur dan Asia Tengah dengan jumlah penduduk
pedesaan sekitar 225 juta jiwa.
Di samping itu, perbedaan wilayah di
dalam suatu negara juga memainkan peran yang tidak kalah penting.Seperti
misalnya di India terdapat wilayah yang memiliki latar yang berbeda, misalnya
Punjab yang modern dan Bihar yang masih semi-feodal. Ataupun di Indonesia,
misalnya wilayah Jawa yang sangat modern dengan pertanian yang kuat dan
Kalimantan yang masih belum begitu maju.
·
Pertanian
ala petani di Amerika Latin, Asia, dan Afrika
Di kebanyakan negara berkembang,
faktor sejarah memainkan peran penting pada kepemilikan lahan untuk petani
kecil maupun besar.Hal ini berlaku di Amerika Latin dan beberapa negara di
Asia.Di wilayah tersebut terdapat ketimpangan kepemilikan lahan yang sangat
jelas terlihat. Di Afrika, faktor sejarah dan ketersediaan tanah yang belum
terpakai menghasikan pola dan struktur pertanian yang berbeda. Walaupun petani
harus berjuang untuk mempertahankan hidupnya serta tingkah laku petani yang
jatuh miskin di Asia dan Amerika Latin, sistem agraria di negara tersebut tetap
berbeda satu sama lain.
·
Pola
Pertanian di Amerika Latin: Kemajuan dan Tantangan terhadap Kemiskinan
Di Amerika Latin, seperti di Asia dan Afrika,
struktur agraria tidak hanya bagian dari sistem produksi tetapi juga dasar dari
ekonomi, sosial, dan organisasi politik di kehidupan pedesaan secara
keseluruhan. Struktur agraria telah ada di Amerika Latin sejak masa kolonial
dan masih berkembang pada beberapa wilayah dengan adanya sistem dualisme
pertanian yang disebut dengan latifundiominifundio.Latifundios adalah kepemilikan lahan pertanian dengan
area yang besar, dan dapat menyediakan lapangan kerja untuk lebih dari 12
orang, walaupun beberapa unit usaha dapat menampung karyawan sampai ribuan
tenaga kerja.Minifundios adalah unit
usaha pertanian terkecil yang hanya dapat menampung satu keluarga (2 orang
pekerja), dengan pola pendapatan, akses pasar, dan tingkat teknologi serta
jumlah modal tertentu yang berbeda menurut masing-masing negara atau wilayah.
Wilayah dengan kondisi
lahan pertanian yang buruk, dengan jumlah kaum minoritas yang tinggi, cenderung
memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi.Kesenjangan ekstrim di wilayah pedesaan
ini juga terjadi.Hal ini disebabkan oleh sulitnya akses kredit bagi kaum miskin
dan kekuasaan kaum elit yang sangat kuat sehingga fasilitas negara dapat
dikuasai hanya untuk mereka saja. Terlebih, urbanisasi kaum terdidik masih
tinggi, sehingga penduduk di desa yang masih ada hanyalah mereka yang berusia
tua, berkelamin wanita, dan kaum pribumi
saja. Faktor-faktor inilah yang masih menjadi masalah di negara berpendapatan
menengah di Amerika Latin dan membutuhkan penanganan dari masyarakat dan
pemerintah setempat.
·
Fragmentasi
dan Subdivisi Lahan Petani di Asia
Masalah pokok bidang pertanian di Asia adalah
banyaknya orang yang bekerja pada lahan yang sangat sempit.Selama abad 20
berjalan, kondisi pedesaan di kawasan Asia semakin memburuk. Prof. Gunnar
Myrdal mengidentifikasikan tiga elemen yang saling berkaitan dan membentuk pola
kepemilikan lahan tradisional, yang dibagi menjadi :
1. Penindasan
yang dilakukan bangsa Eropa.
2. Pengenalan transaksi ekonomi yang serba
menggunakan uang secara besar-besaran serta meningkatnya kekuatan pemilik uang
yang bertindak sebagai rentenir.
3. Laju pertumbuhan penduduk Asia yang sangat cepat.
·
Pertanian
Subsisten dan Perluasan Perladangan di Afrika
Seperti halnya di Asia dan Amerika Latin pola
pertanian subsistem pada sebidang lahan yang sempit merupakan cara hidup
sehari-hari dari sebagian besar keluarga petani di Afrika. Akan tetapi,
struktur dan organisasi sistem perekonomian sangatlah berbeda.Sebagian besar
petani di daerah tropis Afrika masih mengarahkan hasil pertaniannya untuk
kehidupan subsisten, kecuali di daerah perkebunan bekas jajahan. Karena input
variabel yang utama dalam pertanian Afrika adalah keluarga dan tenaga kerja
pedesaan, maka sistem pertanian di Afrika didominasi oleh tiga karakteristik
utama :
1. Masih sangat pentingnya pola pertanian subsisten
bagi masyarakat pedesaan.
2. Eksistensi atau ketersediaan sebidang lahan yang
luasnya melebihi dari cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang masih
memungkinkan berlangsungnya pola pertanian berpindah serta membuat tanah bukan
merupakan suatu instrumen kekuatan ekonomi dan politik bagi pemiliknya.
3. Adanya hak bagi setiap keluarga guna memanfaatkan
lahan dan air di dalam dan sekitar wialyah kampung halamannya, dan sama sekali
tidak boleh dijamah oleh keluarga-keluarga lain meskipun mereka berasal dari
satu suku.
Pertanian
subsisten merupakan budaya tradisional Afrika danmemiliki produktivitas yang
rendah, hal ini merupakan hasil dari kombinasi faktor sejarah yang mencegah
pertumbuhan output:
1. Walaupun ada banyak lahan potensial yang belum
terjamah, hanya wilayah yang kecil dan tertentu saja yang dapat dikelola oeh
keluarga petani dengan hanya memakai alat-alat tradisional. Penggunaan hewan
sebagai alat bantu pertanian juga tidak memungkinkan karena gangguan dari
faktor alam,seperti cuaca kering dan penyakit menular, maupun faktor manusia
yang belum dapat mengelola hewan tersebut.
2. Dengan area kelola pertanian yang kecil dan
memakai alat tradisional, area ini cenderung diolah secara intensif. Akibatnya,
terjadi diminishing return terhadap
bertambahnya tenaga kerja. Kesuburan tanah juga akan habis seiring dengan
penggunaan lahan tersebut. Disini, petani di Afrika hanya memakai kotoran hewan
untuk mengembalikan kesuburan tanah mereka untuk kemudian lahan tersebut
ditanami kembali.
3. Tenaga kerja adalah input yang langka pada saat
musim sibuk masa tanam, dan panen. Di saat bersamaan, kebanyakan tenaga kerja
ini tidak memiliki skill memadai. Karena di Afrika hujan jarang terjadi,
permintaan akan tenaga kerja pada saat musim hujan akan tumbuh sangat tinggi
melebihi semua penawaran tenaga kerja yang tersedia.
IV.
Peran
Penting Kaum Wanita
Masalah utama yang terjadi pada saat ini, terutama
di Asia dan Afrika, adalah peran wanita dalam sektor pertanian. Dalam beberapa
kasus, kaum wanita melakukan sekitar 70 persen tugas pertanian, dan dalam satu
kasus bahkan hampir mencapai 80 persen dari keseluruhan pekerjaan. Pada
umumnya, yang dikerjakan adalah pekerjaan-pekerjaan kasar dengan menggunakan
peralatan yang serba sederhana atau bahkan pimitif dan memerlukan banyak waktu,
sekedar untuk mencukupi keperluan subsisten keluarganya, seperti misalnya
mencabuti rumput liar, menanam bibit, dan memanen hasil panen untuk dikonsumsi
secepatnya.Sementara kaum pria atau para suami mencoba mencari pekerjaan
sambilan di perkebunan atau di kota-kota.Selama ini kaum wanita telah
memberikan kontribusi yang besar dan penting dalam ekonomi pertanian, khususnya
dalam sektor tanaman pangan yang cepat menghasilkan uang.
Di berbagai kawasan di negara-negara berkembang
jerih payah kaum wanita selama berjam-jam setiap harinya dalam menghasilkan
produk tanaman komersial tetap saja tidak mendapatkan imbalan atau
upah.Sementara sumber penghasilan dari produksi pertanian komersial meningkat,
kontrol kaum wanita terhadap sumber-sumber ekonomi itu justru menurun.Hal ini
dikarenakan sebagian besar sumber daya rumah tangga, seperti tanah dan
input-input lainnya dialihkan dari budidaya tanaman pekarangan ke produksi
pertanian komersial itu.
Program-program pengembangan yang dijalankan
pemerintahan negara-negara berkembang selama ini hanya terfokus pada kaum pria
saja, sehingga ketimpangan akses ke berbagai sumber daya ekonomi antara kaum
pria dan wanita semakin lama semakin besar.Karena itu, kontribusi wanita bagi
pendapatan keluarga dengan sendirinya merosot.
Program-program yang disponsori pemerintah belum
memberikan perhatian yang memadai kepada kaum wanita. Di banyak negara
berkembang, seorang wanita hanya dapat melakukan suatu kontrak atau transaksi
ekonomi jika disertai oleh tanda tangan sang suami. Sedikit sekali kaum wanita
yang terlibat dalam program-program pelatihan dan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah.Berbagai macam kendala kultural dan sosial
masih menghalangi integrasi kaum wanita ke dalam program-program pengembangan
pertanian di banyak negara-negara berkembang.Secara umum, keterlibatan kaum
wanita dalam berbagai macam proyek pembangunan dan program-program peningkatan
kesejahteraan masih sangat terbatas; jadi tidak mengherankan jika proyek atau
program itu sendiri banyak yang gagal mencapai sasarannya.Yang tidak kalah
pentingnya bahwa segala macam usaha kaum wanita masih dianggap tidak perlu
diberi imbalan atau upah, padahal tetes keringat kaum pria mendapat imbalan.
Pentingnya peranan dan fungsi ekonomi kaum wanita
tersebut dibuktikan oleh keberhasilan yang sangat mengesankan dari
program-program pembangunan yang melibatkan partisipasi mereka secara penuh.
Sehubungan dengan begitu pentingnya peranan kaum wanita dalam peningkatan
kemakmuran masyarakat pertanian, maka setiap program atau proyek pembangunan
haruslah melibatkan mereka agar kaum wanita juga memperoleh manfaat dan
kesempatan yang sama besarnya dengan yang diterima oleh kaum pria.
V. Mikroekonomi Perilaku Petani dan
Pembangunan Agrikultur
·
Transisi
Penghidupan Sendiri Petani menjadi Petani Komersial Terspesialisasi
Terdapat tiga tahapan umum dalam evolusi produksi
agrikultur.Tahap pertama merupakan murni, produktifitas-rendah, kebanyakan
petani yang menghidupi dirinya sendiri (subsistence),
hal ini masih lazim dilakukan di Afrika.Tahap kedua disebut beragam atau
agrikultur keluarga campuran (mixed
family agriculture) dimana sebagian kecil hasil produksi digunakan sebagai
konsumsi sendiri dan sebagian lagi dijual untuk kepada sektor komersil.Tahap
ketiga merepresentasikan petani modern, yang secara eksklusif terlibat dalam
produktifitas-tinggi spesialisasi agrikultur dalam pasar komersial.
·
Pertanian
Subsisten: Keengganan Risiko, Ketidapastian, dan Kelangsungan Hidup
Pada pertanian subsisten klasik, kebanyakan output diproduksi untuk keperluan
konsumsi keluarga.Output dan
produktifitas yang dihasilkan rendah, serta menggunakan alat pertanian
sederhana.Modal yang digunakan untuk investasi minimal; tanah dan tenaga kerja
merupakan faktor pokok produksi.Tenaga kerja setengah menganggur hampir
sebagian besar tahun dan hanya bekerja ketika musim panen.
Teori tradisional dua faktor neoklasik memberikan
beberapa pengertian yang mendalam terhadap ekonomi subsisten agrikultur, dimana
tanah berjumlah tetap, tenaga kerja merupakan satu-satunya variabel input, dan memaksimalkan keuntungan.
Namun sayang teori ini tidak menjelaskan mengapa petani kecil sering kali
menentang inovasi teknologi yang dapat membantu dalam pertanian maupun
perkenalan bibit-bibit baru. Menurut teori, pada umumnya orang akan cenderung
menggunakan metode produksi yang meningkatkan output dengan cost yang
diberikan atau meminimumkan cost dengan
output tingkat tertentu, namun teori
ini berdasarkan asumsi dimana petani memiliki “pemahaman sempurna”. Oleh karena
itu teori ini gagal diterapkan kepada lingkungan agrikultur subsisten. Terlebih
lagi jika akses untuk mendapatkan informasi tidak sempurna, biaya yang harus
dibayarkan untuk mendapatkan informasi akan semakin mahal.
Agrikultur subsisten kemudian dapat dikatakan usaha
yang memiliki risiko tinggi dan ketidakpastian. Di daerah dimana pertanian
sangat kecil dan panen sangat bergantung kepada curah hujan, rata-rata output akan rendah, dan pada tahung yang
buruk, para petani akan terancam bahaya kelaparan. Pada keadaan tersebut,
petani akan lebih memikirkan kelangsungan hidupnya dibandingkan keuntungan yang
didapatkan. Dengan demikian petani akan enggan untuk meninggalkan teknologi
tradisional yang mereka gunakan dan mengganti dengan yang baru karena walaupun
keuntungan yang didapatkan mungkin akan tinggi, tetapi risiko yang dipertatuhkan
akan lebih tinggi pula.
·
Ekonomi
Bagi Hasil dan Faktor Pasar yang Saling Terkait
Bagi hasil terjadi ketika petani
menggunakan tanah milik orang lain (landowner)
sebagai ganti dari sebagian hasil output makanan. Bagian pemilik tanah dapat bervariasi
tergantung ketersediaan tenaga kerja lokal dan input lainnya. Alfred Marshall
mengobservasi bahwa sistem bagi hasil akan menimbulkan inefisiensi karena
ketika petani hanya dibayarkan sebagian dari hasil marjinalnya, secara rasional
usaha yang dilakukan akan semakin menurun. Pandangan ini kemudian ditantang
oleh Steven Cheung dengan teorinya yang disebut monitoring approach dimana menurut Steven Cheung, pemilik tanah
yang profit-maximizing akan
mengeluarkan kontrak yang mengharuskan usaha yang memadai serta penetapan
pembagian output. Jika pekerjaan
pemilik tanah tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan, maka ia akan
digantikan dengan pemilik lain yang mau bekerja keras.
Screening
hypothesis merupakan pandangan dimana orang dengan
kemampuan lebih tinggi akan cenderung lebih memilih perjanjian sewa murni,
karena dengan demikian petani yang memiliki kemampuan tinggi (high-ability farmer) akan mendapat nilai
penuh dari produk marjinalnya.
Namun Radwan Ali Shaban
mengidentifikasikan petani yang memanen dari lahannya sendiri dengan petani
yang menggunakan sistem kontrak bagi hasil. Dia menemukan bahwa petani dengan
kontrak bagi hasil akan menggunakan sedikit input
dan akan menghasilkan output lebih
sedikit dibandingkan dengan yang menggunakan lahan sendiri.
Pendekatan terakhir menyarankan bahwa
bagi hasil secara relatif efektif. Jika pemilik tanah (landlord) membayar penyewa tanah (tenant) secara adil, dan akan efisien apabila penyewa tanah memberikan usaha terbaiknya.
Faktor pasar yang saling terkait merupakan keadaan
dimana fungsi penawaran saling bergantung, biasanya disebabkan karena berbagai input yang berbeda disediakan oleh supplier yang sama.
·
Transisi
kearah Pertanian Campuran (Diversified
Farming)
Pertanian campuran menggambarkan secara
logis tahap transisi dari pertanian subsisten kearah pertanian dengan
spesialisasi produksi karena pada petani kecil, ketergantungan eksklusif
terhadap suatu tanaman tertentu dapat lebih berbahaya dibandingkan subsisten
murni, karena resiko fluktuasi harga juga dimasukkan kedalam ketidakpastian
alam.Pada tahap ini, hasil panen pokok tidak lagi mendominasi output pertanian.
Sukses atau tidaknya usaha tersebut,
tidak hanya bergantung dari kemampuan serta ketrampilan petani dalam
meningkatkan produktifitasnya namun juga diukur dari sosial, komersial, dan
kondisi institusional.
·
Dari
Keberagaman kepada Spesialisasi: Pertanian Komersial Modern
Pertanian terspesialisasi merupakan
tahap terakhir dan tahap termaju dalam kepemilikan individual pada ekonomi
campuran pasar. Dalam pertanian
terspesialisasi, ketersediaan pangan untuk keluarga serta surplus pasar
bukanlah lagi tujuan utama, melainkan keuntungan ekonomi murni. Singkatnya,
seluruh produksi untuk pasar.
VI. Kebutuhan Pokok Strategi
Agrikultural dan Pembangunan Desa
·
Memperbaiki
Agrikultur Berskala Kecil
o
Dalam kebanyakan negara berkembang,
teknologi dan inovasi merupakan prasyarat untuk perbaikan yang berkelanjutan
dalam tingkat output dan
produktifitas.
o
Kebijakan institusional dan penetepan
harga agar tercipta insentif ekonomi
o
Beradaptasi dengan kesempatan dan
hambatan baru
·
Kondisi
Pembangunan Desa
Terdapat
tiga kesimpulan mengenai realisasi orang-berorientasi strategi pembangunan
pertanian dan pedesaan, yaitu:
o
Pembaruan tanah
o
Kebijakan yang mendukung
o
Objektifitas pembangunan yang
terintegrasi
Kami adalah organisasi hukum yang dibuat untuk membantu Orang yang membutuhkan bantuan, seperti bantuan keuangan.
BalasHapusJadi jika Anda atau Anda berada dalam kesulitan keuangan dalam kekacauan keuangan, dan Anda memerlukan uang untuk memulai bisnis Anda sendiri, atau Anda membutuhkan pinjaman untuk melunasi utang Anda atau membayar tagihan Anda, memulai bisnis yang baik, atau telah meminjam lebih banyak Masalah dari lokal bank, hubungi kami hari ini melalui Email: di catherinewilliamloancompany@gmail.com
Email: catherinewilliamloancompany@gmail.com
Aplikasi pinjaman meliputi:
Nama: _________
Alamat: _________
Negara: _________
Okupasi: _________
Jumlah Pinjaman yang Dibutuhkan: __________
Tujuan Pinjaman _________
jangka waktu kredit__
Penghasilan bulanan: _________
Telepon: _________
Silakan hubungi kami melalui e-mail
Email kami: catherinewilliamloancompany@gmail.com