ASURANSI KESEHATAN
“Evaluasi Kinerja Program Jaminan kesehatan Masyarakat di D.I. Yogyakarta”
I.
ABSTRAKSI
Kesehatan adalah salah satu barang publik yang selayaknya dimiliki oleh setiap
bagian terkecil dari masyarakat, di belahan dunia manapun; termasuk di
Indonesia. Jaminan Kesehatan Masyarakat, biasa disingkat Jamkesmas, merupakan
pengejawantahan yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
–terutama yang miskin– akan kesehatan dan pengobatan yang layak. Sebagai
implementasi dari kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat, perlu
dikritisi apakah Jamkesmas memang telah memenuhi harapan dan kebutuhan dari
masyarakat miskin atau tidak. Kali ini, dalam rangka memenuhi tugas dari mata
kuliah Ekonomika Publik, kami mencoba untuk mengevaluasi pelaksanaan Jamkesmas,
khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
II.
PENDAHULUAN
Dasar Teori
Pemerintah
memiliki peran besar dalam asuransi kesehatan. Pemerintah melisensi tenaga
kerja kesehatan, memantau pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat, mempunyai
beberapa rumah sakit, menyeponsori riset dalam rangka mencegah wabah penyakit,
menyelenggarakan imunisasi bagi balita, dan juga mensubsidi asuransi kesehatan.
Biaya
kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan
dan/atau memanfaatkan berbagai upaya
kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat
(Azrul A, 1996).
Dari pengertian
di atas tampak ada dua sudut pandang ditinjau dari :
1. Penyelenggara
pelayanan kesehatan (provider) yaitu besarnya dana untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang
berupa dana investasi serta dana
operasional.
2. Pemakai
jasa pelayanan yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk dapat
memanfaatkan
suatu upaya kesehatan.
Adanya sektor
pemerintah dan sektor swasta dalam penyelenggaraan
kesehatan sangat
mempengaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu negara.
Total biaya dari
sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang
dikeluarkan oleh
pemakai jasa (income pemerintah), tapi dari besarnya dana yang
dikeluarkan oleh
pemerintah (expence) untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
Total biaya kesehatan adalah penjumlahan
biaya dari sektor pemerintah
dengan besarnya
dana yang dikeluarkan pemakai jasa pelayanan untuk sektor
swasta.
Dalam
membicarakan pembiayaan kesehatan yang penting adalah
bagaimana
memanfaatkan biaya tersebut secara efektif dan efisien baik ditinjau
dari aspek
ekonomi maupun sosial dengan tujuan dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat yang
membutuhkan. Dengan demikian suatu pembiayaan kesehatan
dikatakan baik,
bila jumlahnya mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang
dibutuhkan dengan penyebaran dana sesuai kebutuhan serta
pemanfaatan yang
diatur secara seksama, sehingga tidak terjadi peningkatan biaya
yang berlebihan.
Dilihat
dari pembagian pelayanan kesehatan, biaya kesehatan dibedakan
atas :
1. Biaya
pelayanan kedokteran yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan
pelayanan kedokteran, tujuan utamanya lebih ke arah
pengobatan dan pemulihan dengan sumber
dana dari sektor pemerintah
maupun
swasta.
2. Biaya
pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya untuk menyelenggarakan
dan/atau memanfaatkan pelayanan
kesehatan masyarakat, tujuan utamanya
lebih
ke arah peningkatan kesehatan dan pencegahan dengan sumber dana
terutama
dari sektor pemerintah.
3. Sumber Biaya Kesehatan
Pelayanan
kesehatan dibiayai dari berbagai sumber, yaitu :
1. Pemerintah,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan
kabupaten/kota)
dengan dana berasal dari pajak (umum dan penjualan), deficit
financial
(pinjaman
luar negeri) serta asuransi sosial.
2. Swasta,
dengan sumber dana dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta,
sumbangan
sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help.
4. Hubungan Pembiayaan dengan Derajat Kesehatan
Hubungan
pembiayaan dengan derajat kesehatan tidak selalu berbanding
lurus, sangat
tergantung dari pembiayaan khususnya yang berkaitan erat dengan
pengendalian
biaya. Contohnya: Amerika Serikat yang pengeluaran untuk
kesehatannya
paling tinggi (13,7% GNP) pada tahun 1997 (WHO Report 2000),
derajat kesehatannya
yang dilihat dari indikator umur harapan hidup didapatkan
10. Untuk
laki-laki 73,8 tahun dan wanita 79,7 tahun. Keadaan ini lebih rendah
daripada Jepang
(umur harapan hidup laki-laki 77,6 tahun dan wanita 84,3 tahun)
yang pengeluaran
kesehatannya lebih kecil (7% GNP). Hal ini menunjukkan pembiayaan kesehatan di
Amerika kurang efisien, yang mungkin terjadi karena sistem pembiayaan
kesehatannya sangat berorientasi pasar dengan pembayaran langsung oleh pasien (out
of pocket) relatif tinggi yaitu kurang lebih 1/3 dari seluruh pengeluaran
pelayanan kesehatan (Murti B, 2000). Keadaan ini terjadi juga di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. yang paling terpengaruh oleh peningkatan biaya
pelayanan kesehatan adalah aksesitas
terhadap
pelayanan kesehatan. Dengan pembiayaan langsung, bukan hanya masyarakat miskin,
tetapi orang yang mengalami sakit pada saat tidak mempunyai uang pun tidak
dapat akses terhadap pelayanan kesehatan. Salah satu cara pembiayaan yang
merupakan pengendalian biaya, sehingga meningkatkan aksesitas terhadap
pelayanan kesehatan adalah dengan asuransi.
Deklarasi Universal Hak
Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Tahun 1948 (Indonesia ikut
menandatanganinya) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pada Pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu
dan semua warga Negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk
masyarakat miskin, dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai
kemampuan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kesadaran tentang
pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada
perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa negara
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya
Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang
kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah
satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Berdasarkan konstitusi
dan Undang-Undang tersebut, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah
melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah
nama menjadi program
Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang.
JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu
melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan
tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial. Pelaksanaan
program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang
diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas,
transparan, efisien dan efektif.
Pelaksanaan
program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjaga kesinambungan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan masa
transisi sampai dengan diserahkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
sesuai UU SJSN. Diharapkan
program Jamkesmas ini semakin mendekati tujuannya yaitu meningkatkan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentu akan
tercapai melalui penyelenggaraan program Jamkesmas yang transparan, akuntabel,
efisien dan efektif menuju good governance.
Pelaksanaan Program Jaminan kesehatan
masyarakat dinilai belum optimal. Masih banyak kendala dan masalah yang dihadapi dalam
prakteknya, diantaranya aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan,
menejemen program, maupun evaluasinya. Oleh karena itu,
kami akan mengangkat beberapa masalah terkait dengan
Jaminan Kesehatan Masyarakat.
III.
RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa masalah kepesertaan
Program Jamkesmas di Yogyakarta. Ketidaktepatan sasaran peserta menjadi masalah
utama pada aspek kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di
Yogyakarta. Masih banyak masyarakat
miskin belum mendapat kartu jaminan kesehatan padahal mereka termasuk dalam
kriteria miskin dalam SK Bupati/Walikota. Di sisi lain, masyarakat yang tidak
termasuk kriteria miskin memperoleh kartu jaminan kesehatan karena pendataan
yang dilakukan tidak menggunakan instrumen BPS melainkan memanfaatkan prioritas
hubungan kedekatan tertentu. Instansi yang mengurusi kepesertaan sering mengeluarkan
Surat Keterangan Miskin (SKM) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan
mudah dan loyal kepada masyarakat yang tidak memenihi kriteria masyarakat
miskin. Hal yang paling krusial yang menyebabkan ketidaktepatan sasaran peserta
adalah kedinamisan status miskin di masyarakat yang terus mengalami perubahan.
Updating data yang dilakukan kabupaten/kota pada tahun berjalan belum dapat
memperbaiki kepesertaan Jamkesmas tahun sebelumnya.
Dalam pelaksanaannya, banyak indikasi adanya
peserta ‘nakal’ yang memanfaatkan kepesertaan Jamkesmasnya. Mereka menginginkan
pelayanan dan obat yang lebih baik. Saat berobat ke PPK mereka tidak
menunjukkan Kartu Peserta Jamkesmas dan meminta pelayanan yang lebih baik,
namun ketika proses pembayaran mereka menunjukkan kartu peserta Jamkesmas dan mengajukan klaim.
Terhambatnya
distribusi kartu peserta Jamkesmas juga menjadi masalah kepesertaan Jamkesmas
di D.I. Yogyakarta. Sebagian kartu peserta tidak didistribusikan oleh aparat
desa sehingga masyarakat itu tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan yang
menjadi hak nya. Penyerahan kartu peserta juga seringkali terlambat, sehingga
ada gangguan saat peserta membutuhkan pelayanan di Pusat Pelayanan Kesehatan
(PPK) menjadi terganggu. Pada kartu Jamkesmas tidak tertulis masa berlaku
sehingga peserta sering berobat ke Pusat Pelayanan Kesehatan dengan menggunakan
kartu lama. Kekeliruan pengetikan nama dan alamat peserta juga menyulitkan
peserta karena mereka harus melakukan perbaikan kartu di kantor PT Askes.
Data menjadi hal paling esensial dalam
terciptanya pengorganisasian Jamkesmas yang baik. Beberapa masalah seperti
laporan dari kabupaten/kota yang belum sempurna, komitmen pimpinan yang belum
maksimal, sistem informasi yang masih terpisah-pisah, dan belum terciptanya kesamaan
persepsi antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota masih menjadi
hambatan akan terciptanya pengorganisasian Jamkesmas yang baik.
Dari
beberapa masalah yang ada dalam JAMKESMAS, seperti tools yang belum lengkap hingga moral
hazard masyarakat yang memang maunya “di cap miskin”. Dari sekian banyak
masalah, yang paling dasar yaitu penyediaan tools.
Karena masalah tersebut adalah sumber dari permasalahan yang ada di jamkesmas.
Dan evaluasi yang baik itu apa saja?
Evaluasi
untuk kedepan yaitu: depkes, dan Dinsos bekerja sama untuk memanfaatkan e-ktp
yang berguna untuk memperbaiki pendataan masyarakat yqang termasuk golongan
tidak mampu. Karena dalam pendaatan masyarakat yang menggunakan e-ktp dapat
memperjelas siapa saja yang berhak mendapatkan hak-nya dalam askeskin
BAB II
PEMBAHASAN
MASALAH
A.
ASPEK
PENGORGANISASIAN
Pengorganisasian di Jamkesmas di
Provinsi D.I.Y mengalami beberapa kendala, diantaranya:
1. Laporan
Jamkesmas dari kab/kota sering terlambat dan tidak lengkap yang sesuai dengan
Manlak Jamkesmas 2009 yang disebabkan petugas pengelola laporan Jamkesmas di
Puskesmas dan Rumah Sakit rangkap tugas karena menyusun laporan merupakan tugas
sampingan sehingga laporan dari Puskesmas maupun Rumah Sakit sering terlambat.
Hal ini telah ditindak lanjuti dengan
koordinasi pengelola laporan Jamkesmas kab/kota dengan menyepakati form
laporan, tanggal pelaporan dari pimpinan.
2. Data
maupun laporan belum menjadi kegiatan prioritas yang menyebabkan tidak I
dialokasikannya anggaran untuk pengumpulan data, croscek data, validasi data,
pemutakhiran data Rumah Sakit maupun Puskesmas baik di tingkat pusat, provinsi,
maupun kabupaten/kota.
3. Belum
dibangunnnya Manajemen Sistem Informasi yang terintegrasi untuk pelaporan
Jamkesmas dari pelayanan tingkat dasar (Puskesmas), Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten sampai dengan Dinas Kesehatan Provinsi, maupun P2JK
Kementerian Kesehatan RI sehingga pelaporan belum bisa cepat, tepat waktu,
akurat dan sesuai kebutuhan.
4. Belum
adanya satu kesamaan persepsi data kepesertaan jaminan kesehatan (Jamkesmas,
Jamkesos, dan Jamkesda) sehingga terjadi overlapping kepesertaan (Hasil Survei
Jamkes Tahun 2009)
Solusi
yang diperlukan untuk bisa mendobrak stagnansi pengorganisasian Jamkesmas:
1. Perlu
dibangun manajemen sistem informasi yang terintegrasi dari Pelayanan tingkat
dasar (yang dilakukan Puskesmas), rumah sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten, Diaas
Kesehatan Provisi dan P2JK Kementerian Kesehatan RI, minimal sampai di Dinas
Kesehatan Provinsi sehingga pelaporan lebih cepat, tepat waktu sesuai
kebutuhan, dan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
2. Perlu
komitmen pimpinan di Rumah Sakit dan Puskesmas sehingga dialokasikan anggaran
(honor) bagi petugas pelaporan Jamkesmas di Puskesmas maupun rumah sakit.
B.
ASPEK PENDANAAN
Pada aspek pendanaan, Kementerian Kesehatan melalui
Tim Pengelola Jamkesmas terus melakukan upaya perbaikan mekanisme
pertanggungjawaban dana Jamkesmas, agar dana yang dikirimkan sebagai uang muka
kepada fasilitas kesehatan dapat segera dipertanggungjawabkan secara tepat waktu,
tepat jumlah, tepat sasaran, akuntabel, efisien dan efektif.
Dana Pelayanan Jamkesmas
bersumber dari APBN sector Kesehatan dan APBD. Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi
dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
dan tidak mampu di daerah masing- masing meliputi:
- Masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak masuk dalam pertanggungan kepesertaan Jamkesmas.
- Biaya transportasi rujukan dari rumah sakit yang merujuk ke pelayanan kesehatan lanjutan serta biaya pemulangan pasien menjadi tanggungjawab Pemda asal pasien.
- Biaya transportasi petugas pendamping pasien yang dirujuk.
- Dukungan biaya operasional manajemen Tim Koordinasi dan Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi/Kabupaten/Kota.
- Biaya lain-lain di luar pelayanan kesehatan, sesuai dengan spesifik daerah dapat dilakukan oleh daerahnya.
Alokasi Anggaran Program Jamkesmas, 2005 sd 2010
2005,
APBN à SM I 1 T. APBNP à 1,232 T
2006, APBN
à 2,5 T, SISA 2005 1,1 T
2007,
APBN à 2,7 T, Sis 2006 : 0,1 T /
Efisiensi–
Relokasi 1 T, dan APBNP 700 M
2008,
APBN à 4,6 T, SISA 2007 (-)
2009,
APBN à 4,6 T, sisa 2008 (-)
2010,
APBN à 5,1 T
|
Sumber: Departemen Kesehatan
RI
Adapun dana Operasional Manajemen Tim Pengelola di Provinsi bersumber
dari APBN melalui dana dekonsentrasi, sedangkan untuk Tim Pengelola Kabupaten/Kota
bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, alur dana Jamkesmas
dari Kementrian kesehatan sebagai berikut:
Pendanaan Pelayanan Jamkesmas di Puskesmas DIY
Pembiayaan pelayanan kesehatan ini diarahkan untuk mencapai
tingkat efisiensi yang setinggi-tingginya tanpa mengabaikan terselenggaranya kualitas
pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengembangan system Pembayaran Jamkesmas yang
telah dikembangkan antara lain:
a. Kapitasi
Konsep kapitasi merupakan konsep pemberian imbalan jasa bagi Puskesmas yang
diberikan berdasarkan jumlah jiwa yang menjadi tanggungjawab Puskesmas yang telah
menjadi peserta Jamkesmas tanpa memperhatikan frekuensi maupun jumlah pelayanan
di suatu wilayah. Konsep ini menumbuhkan pelayanan kesehatan yang efisien melalui
perubahan orientasi dari orientasi pelayanan kearah preventif serta perencanaan
pemberian pelayanan kesehatan yang lebih baik. Hal ini dimungkinkan dengan terbukanya
insentif keuangan pada Puskesmas, apabila
terjadi efisiensi pelayanan, sedangkan kekhawatiran penurunan kualitas pelayanan
dapat dicegah melalui hubungan pasien dengan dokter yang lebih baik.
REALISASI KLAIM PUSKESMAS TAHUN 2010
|
|||||
No
|
Sisa Dana TahunLalu
|
Total Dana PelkesTahun 2010
|
BiayaPelkes yang DikeluarkanBulanini
|
BiayaPelkes yang telahDikeluarkanBulanini
|
|
1
|
Kota Yogyakarta
|
Rp787,884,006
|
Rp85,791,625
|
Rp75,953,1643
|
|
2
|
Bantul
|
Rp1,656,046,558
|
Rp1,149,173,562
|
Rp2,989,679,761
|
|
3
|
Kulonprogo
|
Rp1,454,201,000
|
Rp327,684,411
|
Rp1,718,176,326
|
|
4
|
Gunungkidul
|
Rp1,453,770,000
|
Rp12,980,000
|
Rp6,510,807,109
|
|
5
|
Sleman
|
Rp3,115,611,160
|
Rp66,900,833
|
Rp1,006,607,353
|
|
JUMLAH
|
Rp8,467,512,724
|
Rp1,642,530,431
|
Rp12,984,802,192
|
||
Sumber:
LaporanJamkesmas s/d Desember 2010
|
|||||
Luncuran
dana kapitasi Jamkesmas ke Puskesmas tahun 2010 sebesar Rp.8.467.512.7240.000,-
biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas sebesar Rp.
12.984.602.192,- (153,34%). Realisasi lebih besar dari alokasi dana dikarenakan
Kota Yogyakarta, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul realisasinya melebihi anggaran
yang diterima. Disamping itu Kota Yogyakarta mendapat dana kapitasi untuk pelayanan
Jamkesmas di Puskesmas pada akhir awal tahun 2011. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
persepsi antara Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat dengan Dinas Kesehatan Masyarakat
bahwa kota Yogyakarta masih mempunyai saldo akhir di giro pos sampai dengan akhir
Desember 2009 sebesar Rp.985.315.953,- Sehingga tahun 2010 Dinas kesehatan kota
tidak mendapat luncuran dana kapitasi Jamkesmas.
b. Implementasi
INA-DRG
Pemberlakuan system
pembayarandengan INA-DRG bagi Rumah Sakit Pemerintah yang bekerjasama dengan
Program jamkesmas sangat menguntungkan karena:
1) Tarif
INA-DRG lebih tinggi daripada tarif PERDA
Pada
kasus tertentu tariff INA-DRG lebih rendah dari tarif PERDA maupun tariff Rumah
Sakit Pemerintah, akan tetapi secara keseluruhan tariff INA-DRG lebih tinggi dari
tariff PERDA maupun Rumah Sakit Pemerintah Daerah sehinnga Rumah Sakit menerima
kelebihan pembayaran dari pemerintah pusat.
2) Adanya
efisiensi LOS pada kasus tertentu yang cukup signifikan
Efisiensi LOS menunjukan adanya efisiensi
biaya pelayanan kesehatan. Meskipun terjadi efisiensi biaya, namun mutu pelayanan
kesehatan tidak akan berkurang apabila pelayanan kesehatan telah sesuai dengan
clinical pathway.
3) Efisiensi
sumber daya
Apabila
prosedur pelayanan administrasi ditaati oleh stackholder di Rumah Sakit maka akan
terjadi efisiensi waktu dan tenaga, karena system pembayaran INA-DRG telah menggunakan
komputerisasi.
Tabel dibawah ini
menunjukkan deskripsi efisiensi LOS pada implementasi tariff INA-DRG di RSUD type C
PENGELUARAN BIAYA TERBESAR, TARIF
TERTINGGI DAN EFISIENSI LOS KASUS TERTENTU PADA TARIF INA-DRGPADA RSUD TYPE C
|
|||||||||
BULAN
|
PENGELUARAN TERBESAR UNTUK TINDAKAN
|
TARIF TERTINGGI INA-DRG
|
LOS
|
||||||
JUMLAH KASUS
|
TARIF TOTAL
|
TINDAKAN
|
TARIF (Rp)
|
TINDAKAN
|
LOS INA-DRG
|
LOS RS
|
SELISIH LOS
|
||
Januari
|
274
|
39970298
|
AM RFV Other non complexchronik condition (235440)
|
5920901 1 kasus
|
IM Other Circulatory Sistem Diagnosis/MCC (054243)
|
608 IM Kidney & Urinary tract Infection (114121)
|
23
|
16,92
|
|
Februari
|
403
|
58788431
|
IM RFV Other non complex condition (235440)
|
4746684 1 kasus
|
IM cranal&peripherialNervedisorder/MCC (014173)
|
9,6 IP Transurethalprostatecomy (121141)
|
19
|
9,4
|
|
Sumber:
Laporanjamkesmas 2010
|
Penggunaan system
pembayaran INA-DRG disamping banyak kelebihan masih ada juga kekurangannya yaitu:
1. Pembayaran
INA-DRG berdasarkan penetapan kelas Rumah Sakit
Klaim
rumah sakit dibayar berdasarkan penetapan kelas Rumah Sakit menyebakan kecenderungan
Rumah Sakit terutama Rumah sakit swasta menolak pasien Jamkesmas karena dianggap
merugikan Rumah Sakit.
2. Sejak
diterapkannya system pembayaran paket tariff INA-DRG pada seluruh Puskesmas,
hampir semua Rumah Sakit yang bekerja sama dengan JAMKESMAS rata-rata klaim dari
Rumah Sakitnya belum lancar. Belum lancarnya klaim disebabkan:
a. Sisa
klaim tahun 2009
Sisa
klaim Rumah Sakit Tahun 2009 membebani penyelesaian klaim tahun 2010 karena sisa
klaim 2009 baru dapat diselesaikan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2010.
Sehingga klaim bulan Januari 2010 baru dapat dikerjakan pada September 2010. Adanya
sisa klaim tahun 2009 disebabkan implementasi INA-DRG diberlakukan oleh Menkes
RI mulai Januari 2009 dan masih menggunakan sistem paket 2008. Sehingga Rumah Sakit
perlu menyesuaikan dan kerja keras karena Rumah Sakit dilatih implemetasi
INA-DRG bulan Agustus 2009, sehingga menyulitkan Rumah Sakit dalam melakukan
entry data ulang dan administrasi klaim secara retrospektif.
b. Sumber
Daya
i.
Medis, paramedic, koder, keuangan,
dantenaga yang menpunyai kompetensi di bidang IT.
Sumber
daya diatas harus terpenuhi dan terjalin hubungan tersinergi antara tenaga medis,
paramedic, koder, keuangan, dan IT untuk
mendukung kelancaran klaim.
ii.
Hardware & Software
Software
INA-DRG terdiridari 3 software yaitu Software INA-DRG, TXt File, template Exel.
Sedangkan proses terdiri dari: Entry data, grouping, costing, klaim software
lebih praktis dari software yang lama karena bagian keuangan tidak perlu entry
ulang nama pasien, nama dokter sehingga lebih cepat pada penggunaan INA-DRG
yang lama.
iii.
Tenaga Verifikator Independen
Berdasarkan
surat dari Sekretariat jendral Departemen Kesehatan RI. Nomor.01.01.1.744.2010 tentang
Verifikator JAMKESMAS, bahwa penempatan tenaga pelaksana verifikasi tidak
berdasarkan 1 verifikator 100 tempat tidur seperti pada awal kebijakan, akan tetapi
berdasarkan beban kerja.
3. Kepastian
Penetapan kelas bagi RS
Penetapan
kelas bagi Rumah Sakit sangat penting karena tariff INA-DRG dibayar berdasarkan
kelas Rumah Sakitnya, Oleh karena itu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepada
pasien peserta Jamkesmas harus sesuai dengan penetapan kelas Rumah Sakit.
Sebagian besar Rumah Sakit yang mengalami kerugian disebabkan Rumah Sakit memberikan
pelayanan kepada peserta melebihi kewenangan penetapan kelas Rumah Sakitnya,
dan masih banyak Rumah Sakit yang belum memiliki penetapan kelas Rumah Sakit sehingga
aktivasi INA-DRG disertakan dengan penetapan kelas Rumah Sakit kelas C atau D
dan pembayaran disertakan dengan Rumah Sakit type C maupun type D.
Pembayaran
INA-DRG sesuai dengan kelas Rumah Sakit menyebabkan Rumah Sakit terutama Rumah Sakit
swasta ada kecenderungan menolak pasien dikarenakan Rumah Sakit merasa dirugikan.
Rumah Sakit masih berfikir secara partial dengan melihat kasus yang rugi dan tidak
melihat totalitas klaim yang diterima.Karena kerugian satu kasus penyakit dapat
ditutup oleh kasus yang lain disamping tindakan rawat jalan.
C.
ASPEK
KEPESERTAAN
Pada dasar nya masyarakat yang berhak untuk mendapatkan
keanggotaan pada Jamkesmas adalah masyarakat yang termasuk dalam kategori
miskin. Kendala
yang cukup besar pada pelaksanaan Program
Jaminan kesehatan masyarakat berada pada aspek kepesertaan. Hal ini muncul
karena tidak tersedianya data yang akurat tentang penduduk miskin di tiap
daerah. Seringkali ada perbedaan perhitungan antara BPS, yang dijadikan patokan
oleh Departeman Kesehatan, dengan data yang tersedia dari pemerintah daerah,
karena adanya perbedaan persepsi dan pendekatan yang digunakan pada proses
pendataan. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam penentuan masyarakat yang berhak mendapatkan pelayanan Jamkesmas.
Selain Jamkesmas, pemerintah di masing-masing daerah juga
mengeluarkan beberapa jaminan kesehatan, yang berguna untuk lebih meluaskan
sasaran peserta Jamkesmas bagi masyarakat yang tidak mampu di daerah-daerah
dan belum mendapatkan Jamkesmas. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta kini
telah mengeluaran apa yang dinamakan dengan Jamkesos (jaminan Kesehatan Sosial)
yang dananya berasal dari dana APBD I Provinsi DIY. Selain itu kabupaten dan
kota di Provinsi D.I. Yogyakarta juga menyelenggarakan Jamkesda (Jaminan
Kesehatan Daerah) yang sumber dananya sendiri berasal dari APBD II.
1.
Mekanisme
Alur Kepesertaan Jamkesmas
Untuk menunjang pelaksanaan Jamkesmas, pemerintah pusat
bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survey ke seluruh
daerah di Indonesia untuk mendapatkan laporan-laporan mengenai jumlah warga
miskin yang nantinya berhak mendapatkan Jamkesmas melalui pemerintahan daerah
masing-masing. Adapun syarat kepesertaan Jamkesmas, antara lain sebagai berikut
:
1.
Peserta
yang memiliki kartu :
a.
Peserta
sesuai SK Bupati/ Walikota.
b.
Penghuni
Panti-panti sosial.
c.
Korban
bencana pasca tanggap darurat.
2.
Peserta
yang tidak memiliki kartu, terdiri dari :
a.
Gelandangan,
Pengemis, anak terlantar pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan
menunjukkan rekomendasi dari Dinas Sosial setempat.
b.
Penghuni
lapas dan rutan pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan
rekomendasi kepada Lapas/ Rutan.
c.
Peserta
Program Keluarga Harapan (PKH) pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan
menunjukkan kartu PKH.
d.
Bayi
dan anak yang lahir dari pasangan peserta Jamkesmas setelah terbitnya SK
Bupati/ Walikota dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan Akte
Kelahiran / Surat Kenal Lahir / Surat keterangan Lahir / Pernyataan dari Tenaga
Kesehatan / Kartu Jamkesmas orangtua dan Kartu Keluarga orangtuanya.
3.
Bila
terjadi kehilangan kartu, peserta melapor ke kepolisian selanjutnya diserahkan
ke PT. Askes (Persero) dilakukan pengecekan data base kepesertaannya dan PT.
Askes (Persero) akan menerbitkan surat keterangan yang bersangkutan sebagai
peserta.
4.
Bagi
peserta yang telah meninggal dunia, maka haknya hilang dan tidak dapat
dialihkan kepada orang lain.
5.
Penyalahgunaan
terhadap hak kepesertaan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sumber : Buku Saku “Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkeesos)”, Dinas Kesehatan Provinsi
D.I. Yogyakarta.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh
pemerintah hingga Jamkesmas ini bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Awalnya, BPS melakukan survey mengenai penduduk miskin di seluruh wilayah Indonesia.
Kemudian data tersebut disalurkan ke Kementerian Kesehatan RI dan
institusi-institusi yang berwenang untuk ditindak lanjuti. Di daerah,
pemerintahan daerah dari Bupati/ Walikota hingga RT/RW saling bekerja sama
untuk mendapatkan rekomendasi siapa saja warga di daerahnya yang masuk dalam
kategori miskin. Data yang didapatkan dari RT/RW ini dikumpulkan pada Data
Dinas Sosial, yang kemudian diolah dan diseleksi oleh Pemerintah Daerah
setempat supaya laporan mengenai jumlah warga miskin ini bisa valid serta tepat
sasaran. Lalu, data yang berada di derah tadi disingkronisasikan pada data awal
BPS di Kementerian Kesehatan RI dan institusi yang berwenang.
Tabel 1
Jumlah Penduduk yang dijamin Jamkesmas Tahun 2011
Di Provinsi D.I. Yogyakarta
(Berdasarkan Data BPS tahun 2008)
Jumlah Penduduk Dijamin Jamkesmas
Tahun 2008 – 2010
( Data BPS 2005)
|
Jumlah Penduduk Dijamin Jamkesmas
Tahun 2011
( Data BPS 2008)
|
Selisih Jumlah Penduduk Tidak Dijamin Jamkesmas
Tahun 2011
|
|||
Jumlah Rumah Tangga
|
Jumlah Jiwa
|
Jumlah Rumah Tangga
|
Jumlah Jiwa
|
Jumlah Rumah Tangga
|
Jumlah Jiwa
|
275.110
|
942.129
|
201.629
|
591.144
|
73.482
|
350.985
|
Sumber : Data Dinas Kesehatan
Provinsi D.I. Yogyakarta 2010
Berdasarkan Data BPS tersebut,
pemerintah Kabupaten/ Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta telah melakukan validasi
data dan ternyata masih banyak ditemukan data yang belum tepat sasaran.
Pemerintah pusat melalui Kementerian
Kesehatan RI nerdasarkan putusan Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI
tertanggal 11 Oktober 2010 No. JP.01.01/X/1338/2010 perihal kepesertaan
Jamkesmas tahun 2010-2011 melalui sub-bab II tentang kebijakan data kepesertaan
Jamkesmas 2011, antara lain sbb:
1. Jumlah kuota data sasaran Jamkesmas 2011 adalah sama
dengan jumlah kuota tahun 2010
2. Data kepesertaan tahun 2011 didasarkan atas :
a. Masyarakat miskin sesuai dengan data BPS 2008 yang sudah
berdasarkan nama dan alamat yang jelas (by name by address)
b. Apabila daerah masih memiliki sisa kuota (setelah
dikurangi kuota data BPS 2008 untuk daerah tersebut) maka daerah dapat
menetapkan sendiri data sasaran by name by adress dengan beberapa ketentuan.
3. Data kepesertaan Jamkesmas 2011 berdasarkan point (2) di
atas ditetapkan melalui SK Bupati/ Walikota.
4. Berdasarkan SK Bupati/ Walikota tersebut, Kementerian
Kesehatan akan melakukan pencetakan kartu peserta untuk program Jamkesmas 2011.
Untuk itu diharapkan kepada Bupati/ Walikota untuk segera mengirimkan SK
Bupati/ Walikota ke Kementerian Kesehatan RI disertai dengan soft copy (CD)
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2010.
Dari surat diatas, maka dikeluarkanlah
surat Kepala Dinas Provinsi D.I. Yogyakarta yang ditujukan ke Bupati/ Walikota
perihal tata pelaksanaan kepesertaan di daerah. Tata laksana kepesertaan sesuai
pedoman pelaksanaan Jamkesmas 2010 adalah sebagai berikut:
1. Apabila masih ada yang miskin diluar kuota yang ada (bagi
peserta luar kuota yang menggunakan SKTM) tetap menjadi tanggungan Pemda.
2. Perhatian khusus kepada peserta Jamkesmas yang belum
masuk database seperti, bayi baru lahir dari keluarga miskin, anak terlantar/
gelandangan/ pengemis (rekomendasi Dinas Sosial), peserta Program Keluarga
Harapan (PKH).
3. Masyarakat miskin penghuni Lapas/ Rutan dengan
melampirkan surat keterangan dari kepala Rutan/ kepala Lapas setempat.
4. Masyarakat miskin penghuni panti – panti soaial melalui Surat
Keputusan Dinas/ Institusi sosial Kabupaten/ Kota setempat, selanjutnya
Kementerian Kesehatan akan segera membuatkan kartu Jamkesmas.
5. Masyarakat miskin akibat bencana pasca tanggap darurat
sebagaimana yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
6. Untuk semua kepesertaan di atas, SKP diterbitkan petugas
PT. Askes (Persero).
Sumber : Data Dinas Kesehatan
Provinsi D.I. Yogyakarta 2010
Tabel
2 :
Peserta
Jamkesmas Tahun 2011
Di
Provinsi D.I. Yogyakarta
(Berdasarakan
Data BPS Tahun 2008)
No.
|
Kabupaten / Kota
|
Data BPS 2008
|
Kuota Peserta Jamkesmas 2011 (jiwa)
|
1.
|
Kota Yogyakarta
|
35. 179
|
68.456
|
2.
|
Kab. Bantul
|
134.195
|
222.987
|
3.
|
Kab. Kulonprogo
|
91.443
|
141.893
|
4.
|
Kab. Gunung Kidul
|
229.423
|
340.635
|
5.
|
Kab. Sleman
|
100.904
|
168.158
|
Total
|
591.144
|
942.129
|
Sumber
: Data Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta 2010
Sumber
: Diolah Data Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta 2010
Instansi yang ditunjuk Bupati/ Walikota
yang mengurusi kepesertaan di Kabupaten/ Kota:
1. Kota Yogyakarta : Dinas Sosial Nakertrans.
2. Kabupaten Bantul : Badan Kesejahteraan Keluarga,
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKK, PP, dan KB).
3. Kabupaten Kulonprogo : Badan Administrasi Kesra dan
Kemasyarakatan Pemda Kabupaten Kulon Progo.
4. Kabupaten Gunung Kidul : Bagian Kesejahteraan Rakyat
Pemda Kab. Gunung Kidul
5. Kabupaten Sleman : Dinas Tenaga Kerja dan Sosial
BPS mensyaratkan beberapa kriteria
mengenai masyarakat miskin yang berhak mendapatkan Jamkesmas nantinya. Kriteria
Jamkesmas menurut BPS pada tahun 2005 yang kami dapatkan dari Dinas Kesehatan
Provinsi D.I. Yogyakarta meliputi:
·
Luas
lantai rumah per anggota keluarga :
kurang dari 8 m2
·
Jenis
lantai rumah :
tah/ papan/ dengan kualitas rendah
·
Dinding
rumah terbuat dari :
bambu, papan kualitas rendah
·
Lamban :
tidak punya
·
Sumber
air :
bukan air bersih
·
Penerangan :
Bukan listrik
·
Bahan
bakar :
Dari kayu arang
·
Frekuensi
makan dalam sehari :
kurang dari 2x
·
Makan
daging/ ayam/ susu :
tidak ada
·
Kemampuan
membeli pakaian : tidak
ada
Bagi
ART
·
Berobat
ke Puskesmas : Tidak ada
·
Pekerjaan
:
Petani gurem, nelayan, kebun
·
Kepala
Rumah Tangga :
tidak tamat SD
·
Aset
< Rp. 500.000,- :
tidak ada
Sumber : Dinas
Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta
Semuanya kriteria diatas harus dipenuhi. Selain itu,
prasyarat yang ditetapkan oleh BPS ini selalu di update untuk mempermudah
cakupan masyarakat miskin untuk mendapatkan Jamkesmas. Yang perlu ditegaskan
lagi adalah, calon peserta Jamkesmas tidak bisa mengurus kartu Jamkesmas-nya
sendiri karena yang memiliki kewenangan hanya BPS.
Setelah BPS melakukan pendataan, kemudian BPS mengajukan
laporannya kepada Kementerian Kesehatan RI. Penyaluran dana Jamkesmas lalu di
salurkan ke beberapa kali tiap tahunnya dari Kemenkes langsung ke rekening
Direktur Rumah Sakit yang telah bekerjasama dengan program Jamkesmas di
daerah-daerah. Hal ini dilakukan untuk menjaga dana penyaluran program
Jamkesmas supaya menghindari penyelewengan dana di tingkat pemerintahan daerah.
PT. Askes (Persero) dalam program Jamkesmas bertugas
melaksanakan verifikasi kepesertaan dengan mencocokkan kartu Jamkesmas dari
peserta yang berobat dengan data base kepesertaan untuk selanjutnya diterbitkan
Surat Keabsahan Peserta (SKP) terhadap peserta yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan tersebut. Dalam verifikasi kepesertaan perlu dilengkapi dengan
dokumen berupa Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk
pembuktian kebenaran bahwa yang bersangkutan merupakan penerima Jamkesmas.
Kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/
Kota Yogyakarta untuk kepesertaan Jaminan Kesehatan Tahun 2010 adalah peta
masyarakat miskin dari data kepesertaan Jamkesmas Tahun 2009. Masyarakat miskin
mula-mula dimasukkan dalam kepesertaan Jamkesmas (Jamkes Program Pemerintah
Pusat), apabila masih ada masyarakat miskin yang belum masuk Jamkesmas maka
dimasukkan menjadi peserta Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos) Provinsi DIY
(Program pemerintah daerah D.I. Yogyakarta). Apabila masih ada selisih
masyarakat miskinnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kab/ Kota melalui
mekanisme Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
2.
Permasalahan
Kepesertaan
Masih banyak permasalahan yang
ditemukan dalam kepesertaan Jamkesmas di D.I. Yogyakarta. Tidak adanya data
yang akurat menjadi masalah utama kepesertaan Jamkesmas. Pemerintah daerah seringkali
tidak mampu memberikan data akurat tentang masyarakat miskin di daerahnya,
sehingga sering ada pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat yang bukan
berasal dari golongan miskin guna memanipulasi data yang ada. Kesalahan fatal
ini menyebabkan ketidaktepatan sasaran program Jamkesmas. Kasus yang muncul di
lapangan misalnya, ketika masyarakat oportunis tadi, bukan termasuk masyarakat
miskin, mendaftarkan diri sebagai orang miskin dan memperoleh Surat Keterangan
Tidak Mampu (SKTM) agar dapat menikmati layanan Jamkesmas. Aparat desa setempat
juga mempermudah dan menjembatani masyarakat non miskin ini dalam penerbitan
Surat Keterangan Miskin (SKM) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Sehingga
jumlah peserta Jamkesmas meningkat, melebihi yang seharusnya dan menyebabkan
beban anggaran Pemerintah yang dialokasikan mengalami pembengkakan.
Tidak bisa dipungkiri masih banyak
praktik-praktik nakal peserta program Jamkesmas sendiri.
Permasalahan lainnya adalah banyak
ditemui peserta/pasien Jamkesmas yang berbuat “nakal.” Pada saat akan berobat
di Rumah Sakit, peserta Jamkesmas seringkali tidak menunjukkan kartu
kepesertaan Jamkesmas. Alasan yang diungkapkan oleh pasien tersebut adalah
tidak mau untuk diinapkan di ruangan Kelas III (sesuai standard Jamkesmas), melainkan
di ruangan kelas I atau kelas II. Ini menimbulkan permasalahan ketika ternyata
biaya berobat di Rumah Sakit membengkak dan pasien Jamkesmas “nakal” ini tidak
bisa melunasi administrasi pembayarannya. Pasien tidak bisa melakukan protes ke
Dinas Kesehatan setempat tentang masalah tersebut. Karena hal tersebut murni
kesalahan pasien Jamkesmas yang bersangkutan.
Masalah lain tentang kepesertan
Jamkesmas ialah belum semua penduduk yang berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan dari Jamkesmas memiliki kartu peserta sehingga tidak dapat memperoleh
kemudahan dalam pengobatan atau kesehatan.
Sistem verifikasi pendaftaran untuk penambahann anggota keluarga yang
baru lahir dan pengurangan peserta yang telah meninggal juga sulit dilakukan.
Terhambatnya distribusi kartu
peserta Jamkesmas menjadi masalah yang penting dibahas dalam aspek kepesertaan
Jamkesmas. Sebagian kartu peserta terlambat bahkan tidak didistribusikan oleh
aparat desa sehingga masyarakat itu tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan
yang menjadi hak nya. Penyerahan kartu peserta yang seringkali terlambat,
sehingga ada gangguan saat peserta membutuhkan pelayanan di Pusat Pelayanan
Kesehatan (PPK) menjadi terganggu. Pada kartu Jamkesmas tidak tertulis masa
berlaku sehingga peserta sering berobat ke Pusat Pelayanan Kesehatan dengan
menggunakan kartu lama. Ketika peserta menggunakan kartu peserta yang belum
diperbaharui maka pelayanan yang dibutuhkan akan meningkat dan terjadi mismatch data peserta yang mutahir
dengan realisasi peserta yang mendapatkan layanan kesehatan. Kekeliruan
pengetikan nama dan alamat peserta juga menyulitkan peserta karena mereka harus
melakukan perbaikan kartu di kantor PT Askes.
3.
Solusi
Untuk Ketidaktepatan Sasaran Peserta,
Dinas Kesehatan Yogyakarta harus memperbaiki sistem pendataan dan pengawasan
peserta Jamkesmas. Selain itu kinerja Jamkessos dan Jamkesda juga harus dioptimalkan
agar dapat memperluas cakupan peserta (masyarakat miskin).
Hambatan Distribusi dan konten Kartu
Peserta, sosialisasi hak dan kewajiban peserta Jamkesmas harus dikaembangkan
dan lebih sering dilakukan. Masa berlaku kartu peserta perlu dicantumkan agar
tidak ada kesulitan dalam pelayanan di tempat pelayanan kesehatan. Peningkatkan
controling saat pembuatan kartu peserta
dan meningkatkan proses pelayanan.
D.
Aspek Pelayanan
Urgensi dari Jamkesmas
adalah dalam hal pelayanannya. Pelayanan kesehatan sangat menentukan dalam
tolak ukur tingkat keberhasilan Jamkesmas itu sendiri.
Prosedur
Pelayanan
1.
Pelayanan Kesehatan Dasar
a. Dilaksanakan
di Puskesmas dan jaringannya.
b. Bila
menurut indikasi medis peserta memerlukan pelayanan pada tingakt lanjut, maka
Puskesmas dapat merujuk peserta ke Pemberi Pelayanan Kesehatan ( PPK) lanjutan.
2.
Pelayanan Tingkat Lanjut
a. Pelayanan
diberikan berdasarkan rujukan dari Puskesmas dan jaringannya.
b. Pelayanan
tingkat lanjut meliputi :
-
Pelayanan rawat jalan lanjutan yang
dilakukan pada Balkesmas bersifat pasif
(dalamn gedung) sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) penerima rujukan.
Pelayanan Balkesmas yang ditanggung oleh program Jamkesmas adalah Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) dalam gedung.
-
Pelayanan rawat inap bagi peserta
diberikan di kelas III (tiga) di Rumah Sakit.
-
Pelayanan obat-obatan dan alat/bahan
medis habis pakai.
-
Pelayanan rujukan specimen dan penumpang
diagnostik lainnya.
3.
Pelayanan Gawat Darurat
Peserta
Jamkesmas dalam keadaan gawat darurat wajib ditangani langsung tanpa diperlukan
rujukan. Apabila setelah penanganan kegawatdaruratannya peserta belum
melengkapi identitasnya, maka yang bersangkutan diberi waktu 2x24 jam hari
kerja untuk melengkapi identitasnya yakni kartu peserta disertai Kartu Keluarga
(KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Alur Pelayanan Kesehatan Peserta
Jamkesmas
Peserta
Loket Pendaftaran Puskesmas
|
Pelayanan
Kesehatan
|
RJTL
|
Pelayanan Kesehatan
|
SKP dikeluarkan PT.Askes
|
RITL
|
RS
(PPATRS)
|
Rujukan
↓
Pelayanan Kesehatan
|
Verifikasi
Kepesertaan
Pulang
↓
Data Base Kepesertaan (Petugas PT.Askes
|
IGD
|
Kasus
Gawat ↑ Darurat
Peserta
Keterangan :
PPATRS : Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu
Rumah Sakit
SKP : Surat Keabsahan Peserta
RJTL : Rawat Jalan Tingkat Lanjut
RITL : Rawat Inap Tingkat Lanjut
IGD : Instalasi Gawat Darurat
Alur Pelayanan Kesehatan Berjenjang
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Di Puskesmas Dan Rumah Sakit
Dokter Spesialis
|
PUSKESMAS
/DOKTER KELUARGA
|
Pemeriksaan
|
Anak sakit
|
Penelitian
|
Apotek/Farmasi
Rumah Sakit
|
RUMAH SAKIT
|
GAWAT DARURAT
|
PPK III
|
PPK I
|
PPK II
|
Keterangan
: 1. Untuk berobat di rumah sakit harus melalui rujukan dari Puskesmas, kecuali gawat darurat. Kondisi gawat darurat
yang dimaksud antara lain :
- Pendarahan hebat
- Batuk darah hebat
- Sesak napas berat
- Tidak sadarkan diri/pingsan
- Kejang
- Nyeri perut terus-menerus
- Muntah dan buang air besar terus menerus.
2.
Peserta dirawat inap kelas III dengan obat generic
3.Untuk
kasus kecelakaan lalu lintas, peserta mengurus penggantian biaya/klaim ken
PT.Jasa Raharja terlebih dahulu.
Apabila pasien dari
Puskemas di rujuk ke Rumah Sakit (RS) agar membawa :
1.
Kartu Jamkesmas, Kartu Program Keluarga
Harapan (PKH), Rekomendasi Dinas Sosial, Rekomendasi Kepala LAPAS/Rutan, Surat
keterangan dari PT.Askes(Persero) bagi bayi baru lahir dari pasangan peserta
Jamkesmas asli dan foto copy.
2.
Kartu Tanda Penduduk (KTP)asli dan foto
copy
3.
Kartu Keluarga (C1) asli dan foto copy
4.
Surat Rujukan dari Puskesma asli dan
foto copy
Manfaat
1. Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas dan Jaringannya
a.
Rawat Jalan Tingkat Pertama
(RTJP),dilaksanakan pada Puskemas dan Jaringannya, meliputi :
1) Konsultasi
medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan.
2) Laboratorium
sederhana (darah, urin, dan feses, rutin).
3) Tindakan
medis kecil.
4) Pemeriksaan
dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal.
5) Pemeriksaan
ibu hamil/nifas/menyusui, bayi, dan balita.
6) Pelayanan
KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepsi disediakan BKKBN).
7) Pemberian
obat.
b.
Rawat inap Tingkat Pertama (RITP),
dilaksanakan pada Puskesmas perawatan, meliputi :
1) Akomodasi
rawat inap
2) Konsultasi
medis, pemeriksaan fisik dan peyuluhan kesehatan.
3) Laboratorium
sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
4) Tindakan
medis kecil
5) Pemberian
obat
6) Persalinan
normal dan dengan penyulit (PONED)
c. Persalinan
normal, dilakukan di Puskesmas nonperawatan / Bidan di desa /Polindes / dirumah
pasien / Praktek Bidan Swasta.
d.
Pelayanan gawat darurat (emergency)
2. Pelayanan
Kesehatan di PPK Lanjutan
a.
Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) di
Rumah Sakit dan Balkesmas, meliputi :
1) Konsultasi
medis,pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum.
2) Rehabilitasi
medis
3) Penunjang
diagnostik laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
4) Tindakan
medis.
5) Pemeriksaan
dan pengobatan gigi tingkat lanjutan.
6) Pelayanan
KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/keguguran, penyembuhan
efek samping & komplikasinya (konstrasepsi disediakan BKKBN).
7) Pemberian
obat mengacu pada formularium.
8) Pelayanan
darah.
9) Pemeriksaan
kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit.
b.
Rawat Inap Tingkat Lanjutan
(RITL),dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III (tiga) Rumah Sakit,
meliputi:
1) Akomodasi
rawat inap pada kelas III.
2) Konsultasi
medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan.
3) Penunjang
diagnostic: patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi,
patologi radiologi dan elektromedik.
4) Tindakan
medis
5) Operasi
sedang, besar, dan khusus.
6) Pelayanan
rehabilitasi medis.
7) Perawatan
intensif (ICU,ICCU,PICU,NICU,PACU).
8) Pemberian
obat mengacu pada Formularium.
9) Pelayanan
darah.
10) Bahan
dan alat kesehatan habis pakai.
11) Persalinan
dengan resiko tinggi dan penyulit (PONEK).
c.
Pelayanan Gawat Darurat (emergency).
d.
Seluruh penderita thalasemia dijamin,
termasuk bukan peserta Jamkesmas dengan prosedur sesuai dengan ketentuan.
3. Pelayanan
Yang Dibatasi
a.
Kacamata
b.
Alat Bantu dengar
c.
Alat bantu gerak
d.
Kacamata, alat bantu dengar,dan alat
bantu gerak tersebut diatas disediakan oleh Rumah Sakit bekerjasama dengan
pihak-pihak lain dan di kalimkan terpisah dari paket INA-DRG.
4. Pelayanan
Yang Tidak Dijamin
a.
Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan
ketentuan.
b.
Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan
untuk kosmetika
c.
General Chek Up
d.
Prothesis gigi tiruan
e.
Pengobatan alternatif (antara lain:
akupuntur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti
secara ilmiah.
f.
Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan
tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan
impotensi.
g.
Pelayanan kesehatan pada masa tanggap
darurat bencana alam, kecuali memang yang bersangkutan sebagai peserta
Jamkesmas.
h.
Pelayanan kesehatan yang diberikan pada
kegiatan bakti sosial.
Sarana Pelayanan Yang
Telah Bekerjasama Dengan Program Jamkesmas di Provinsi DIY
1. Seluruh
Puskesmas se Provinsi DIY
2. Rumah
Sakit (RS) sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), yaitu :
● RS di Kota Yogyakarta
1). RSUD Kota Yogyakarta
2).
RS PKU Muhammadiyah
3). RS Bethesda Yogyakarta
4). RS Panti Rapih
5). RSI Hidayatullah
6). Balai pengobatan Penyakit Paru-Paru Yogyakarta
(BP4)
7). RS Rem 721/DKT Yogyakarta
8). RS Bethesda lempuyangwangi
9). RS Khusus Bedah Soedirman
10). RS Haooy Land
11). RS Ludiro Husada Tama
●
RS di Kab.Bantul
1). RSUD
Panembahan Senopati Bantul
2). RS
PKU Muhammdiyah Bantul
3). RSU Patmasuri Bantul
4). RSI Nur Hidayah
5). RS Permata Husada
6). RS Rachma Husada
7). RS Rajawali Citra
8). RS
Santa Elisabeth
●
RS di Kab. Kulon Progo
1). RSUD Wates
2). RS Rizki Amalia
3). RS Kharisma Paramedika
● RS di Kab. Sleman
1). RSUP Dr.
Sardjito
2). RSUD
Sleman
3). RSJ
Grhasia
4). RS Panti
Rini
5). RS Puri
Husada
6). RS Panti
Nugroho
7). RS PDHI
Kalasan
8). RSIA
Sakina Idaman
9). RS
Condong Catur
10). RS Queen
Latifa
11). RS Prambanan
12). RS Mitra Paramedika
Pelayanan
Kesehatan Peserta Jamkesmas Di Rumah Sakit
Berdasarkan
laporan PT Askes tahun 2010, cakupan kunjungan rawat jalan di Rumah Sakit di
Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2010 sebesar 133.153 orang (14,13%) meningkat
21.481 orang (19,23%) di banding tahun 2009 yaitu 111.672 orang (11,85%). Hal
ini menunjukkan bahwa sistem rujukan di Puskesmas maupun Rumah Sakit tetap
berjalan dengan baik. Karena pelayanan kesehatan tingkat dasar tidak dilayani
di Rumah Sakit. Di samping itu Rumah Sakit telah melakukan tindakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kewenangannya. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya cakupan
rawat jalan di Puskesmas. Kunjungan rawat jalan tertinggi di RSUP Dr. Sardjito
38.350 orang, disusul Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul sebesar 30.389
orang, disusul dengan dan RSUD Wates sebesar 14.021 orang.
Sedangkan kunjungan rawat inap di Rumah Sakit tahun 2010
sebesar 29.210 orang (3,10%),meningakat 233 orang (0,76%) dibanding tahun 2009
yaitu sebesar 29.067 (3,09%). Kunjungan rawat inap tertinggi RSUP Dr. Sardjito
sebesar 4.898 orang, disusul Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul sebesar
4619 orang, disusul dengan RSUD Wonosari sebesar 4.263 orang. Kunjungan rawat
inap terendah di RS Queen Latifa yaitu sebsesa 8 orang dikarenakan Rumah Sakit
tersebut mealkukan kerjasama dengan Jamkesmas mulai bulan November 2010.
Jumlah
kunjungan IGD peserta Jamkesmas di Rumah Sakit selama tahum 2009 sebesar 5.665
orang da nada kenaikan sebesar 3.808 orang (40.19%) dibanding tahun 2008.
Kunjungan IGD terbesar adalah RSUD Kota Yogyakarta yaitu 3.124 orang, RSUD
Wonosari sebesar 1.959 orang,dan RSUP sebesar 1.067 orang.
Sumber
: Dinas Kesehatan Provinsi D.I.Yogyakarta
REKAPITULASI
SEPULUH BESAR PENYAKIT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
TAHUN 2010
Januari-Desember 2010
No
|
NAMA
PENYAKIT
|
JUMLAH
|
1
|
Other medical
care,Chemotherapy session for neoplasm
|
841
|
2
|
Other medical
care,Other specified medical care
|
93
|
3
|
Other medical care,
prepatory care for subsequent treatment not elsewhere classified
|
71
|
4
|
Liveborn infanta
according to place of birth,singleton born in hospital
|
61
|
5
|
Other
septicaemia,septicaemia,unspectcified
|
58
|
6
|
Single spontaneous
delivery, spontsneous vertex delivery
|
57
|
7
|
Malignant neoplasm of
breast, breast, unspecified
|
33
|
8
|
Intracnial injury,
concusion rith open intracranial wound
|
31
|
9
|
Intracranial injury,
concussion, without open intracranial wound
|
31
|
10
|
Urethral stricture,
urethal stisture, unseccified
|
30
|
Sumber : Txt File Rumah
Sakit / Dinas Kesehatan Provinsi D.I Yogyakarta
PELAYANAN
JAMKESMAS DI PUSKEMAS
Pelayanan Jamkesmas di Puskesmas merupakan pelayanan
kesehatan dasar yang kegiatannya diutamakan pada usaha kesehatan perorangan
yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Usaha kesehatan
perorangan meliputi pelayanan Rawat Jalan, pelayanan Rawat Inap, Pertolongan Persalinan, Spesialistik,
Pelayanan Rujukan,Pelayanan Kesehatan perorangan Primer bersifat pencegahan
sekunder yang meliputi diagnose awal/dini dan tindakan yang tepat baik pelayanan
kesehatan di luar gedung di dalam gedung.
Cakupan kunjungan rawat jalan di Puskesmas tahun 2010
sebesar 919.008 orang( 106,04) atau rata-rata 8.83%per bulan sehingga meningkat
196.674 orang (24,51%) dibanding tahun 2009 sebesar 802.334 orang (85,16%). Hal
ini menunjukkan bahwa cakupan rata-rata kunjungan peserta jamkesmas di
Puskesmas adalah 2,04% per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan rata-rata
kunjungan rawat jalan di Puskemas diatas target nasional (15%). Tingginya
cakupan kunjungan rata-rata Puskesmas menunjukkan bahwa masyarakat lebih
memprioritaskan tindakan kuratif daripada preventif karena memanfaatkan kartu
Jamkesmas.
Cakupan kunjungan rawat inap di Puskesmas Tahun 2010
sebesar 8.426 orang (0,89%) meningkat 37.918 (69,20%) dibanding tahun 2009
sebesar 16.872 orang atau 1.79%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kunjungan
rawat inap peserta Jamkesmas di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah 5,76% per
bulan. Rendahnya cakupan kunjungan rawat inap di Puskesmas menunjukkan bahwa
sistem rujukan di Puskemas telah berjalan baik dan Puskesmas lebih menekankan
program pemerintah di bidang preventif maupun promotif sehingga pelayanan
kesehatan di Puskesmas efektif dan efisien.
Sumber: Dinas Kesehatan
Provinsi D.I. Yogyakarta
REKAPITULASI
SEPULUH BESAR PENYAKIT RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
TAHUN 2010
NO
|
NAMA PENYAKIT
|
JUMLAH
|
1
|
Common Cold (J00)
|
17.951
|
2
|
ISPA (J06)
|
17.101
|
3
|
Hypertension
essensial (I10)
|
16981
|
4
|
Gastristis dan
duodentis (K29)
|
8005
|
5
|
Other tissue
discorder ( M62)
|
7318
|
6
|
Cepalgia (R51)
|
6796
|
7
|
Other joint desosder
(M25)
|
4840
|
8
|
Asthma (J45)
|
4804
|
9
|
Dyspepsia (K30)
|
4593
|
10
|
Allergic contact
dermatitis (L23)
|
4080
|
Sumber: Laporan
Kabupaten/Kota 2010
REKAPITULASI
SEPULUH BESAR PENYAKIT RAWAT INAP DI PUSKESMAS DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
TAHUN 2010
NO
|
NAMA PENYAKIT
|
JUMLAH
|
1
|
Demam typhoid &
paratyphoid(01)
|
465
|
2
|
Demam yang tidak
diketahui penyebabnya(A01)
|
288
|
3
|
Diarea dan
gastroenteristis (R50)
|
206
|
4
|
Diarea dan
gastroenteristis (R50)
|
133
|
5
|
Astma (J45)
|
102
|
6
|
Hypertension
essensial
|
71
|
7
|
Dyspepsia (K30)
|
54
|
8
|
Cepalgia
|
41
|
9
|
Nausea dan Vomiting
(R11)
|
34
|
10
|
Common cold ( J00)
|
28
|
Sumber: Laporan
Kabupaten/Kota 2010
Masalah Pelayanan
Kesehatan Di Rumah Sakit
Permasalahan
pelayanan kesehatan untuk peserta Jamkesmas lebih banyak berada di Rumah Sakit,
sedangkan di Puskesma tidak ada. Masalah tersebut antara lain :
1. Adanya
mispersepsi dari masyarakat tentang pelayanan Jamkesmas yaitu persepsi tentang
perbedaan pelayanan pada peserta jamkesmas sehingga masyarakat tidak
menunjukkan kartu Jamkesmas pada waktu
berobat di Rumah Sakit.
2. Adanaya
over utilization di Rumah Sakit terutama Rumah Sakit swasta yang mengakibatkan
pelayanan tidak efektif dan efisien.
3. Pasien
tidak memahami prosedur rujukan dan image pelayanan di Rumah Sakit pemerintah
kurang baik sehingga pasien meminta rujukan ke Rumah Sakit swasta.
4. Pasien
membawa kartu jamkesmas yang lama (Kartu Askeskin) sehingga pasien tidak dapat
dilayani di Rumah Sakit.
5. Sosialisasi
pelayanan Jamkesmas di Rumah Sakit kepada tenaga medis dan paramedis di Rumah
Sakit kurang sehingga petugas sering menerapkan cost sharing pada peserta
Jamkesmas.
6. Moral Hazard
dari pasien bukan peserta jamkesmas dengan membawa dan menunjukkan kartu
jamkesmas milik orang lain, kemudian mengaku sebagai peserta Jamkesmas.
7. Peserta
Jamkesmas kehilangan kartu jamkesmas tidak melapor ke PT Askes sehingga saat
dipergunakan untuk berobat ke Rumah Sakit, baru mengurus kartu.
Macam-macam keluhan
dalam penerapan Jamkesmas
Berdasarkan laporan dari Kabupaten/kota, selama tahun
2008 pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas yang telah dikontrak
kerjasama dengan program Jamkesmas tidak ada keluhan dari PPK maupun peserta.
Akan tetapi keluhan yang diterima di Dinas Kesehatan merupakan keluhan yang
diterima di Dinas Kesehatan merupakan keluhan langsung dari peserta Jamkesmas
yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sedangkan peserta
Jamkesmas yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas hanya sebagian
kecil.
Keluhan antara lain:
1.
Peserta Jamkesmas tidak menunjukkan
kartu Jamkesmas pada waktu pertama datang di rumah sakit, karena peserta
beranggapan bahwa “ada perbedaan perlakuan Rumah Sakit dalam memberikan
pelayanan kesehatan “ terhadap peserta Jamkesmas sehingga mengakibatkan pasien
dilayani sebagai pasien umum.
2.
Peserta yang belum mendapat kartu
kepesertaan Jamkesmas.Sebagian besar keluhan yang diterima adalah besarnya
animo masyarakat miskin diluar kriteria BPS maupun kasus live saving yang belum
mendapat kepesertaan jaminan kesehatan dari pemerintah pusat atau pemerintaha
daerah.
3.
Bayi baru lahir yang orang tuanya
peserta jamkesmas akan tetapi sampai dengan umur 5 bulan bayi tersebut belum
didaftarkan sebagai peserta sehingga apabila bayi menderita sakit ada kesulitan
mendapatkan jaminan kesehatan di Rumah Sakit yang disebabkan mespersepsi
petugas di Rumah Sakit.
Solusi Pelayanan
Kesehatan
1. Petugas
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan puskesmas sebagai pelayanan terdepan
kepada masyarakat untuk dapat membuktikan bahwa pelayanan jamkesmas tidak
membedakan status sosial sehingga persepsi tentang perbedaan pelayanan pada
peserta jamkesmas terkikis.
2. Rumah
sakit over utilization dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit terutama Rumah
Sakit terutama Rumah Sakit swasta sehingga pelayanan efektif dan efisien, dan
apabila melanggar Rumah Sakit dikenakan sanksi yang tegas.
3. Perlu
sosialisasi terus menerus pada peserta Jamkesmas dan dukungan stakeholder
sehingga masyarakat mentaati sistem rujukan.
4. Perlu evaluasi besaran biaya pelayanan untuk
penyakit dengan mempertimbangkan biaya investasi dan biaya tetap.
E.
EVALUASI
Masalah
demi masalah menerpa kinerja jamkesmas. Baik dari segi teknis maupun non-teknis, namun ada masalah yang paling
mendasar dari masalah – masalah yang timbul pada JAMKESMAS. Masalah utamanya
yaitu belum ada tools untuk merekap
semua pendataan masyarakat yang mendapatkan JAMKESMAS. Akibatnya, masalah yang
sama selalu terulang dari tahun ke tahun. Masalah yang paling sering terulang
adalah masalah ketidakakuratan data kepesertaan, sistemasi pendanaan, dan
pelayanan. Ketiga aspek ini sangat membutuhkan tools yang tepat dan dapat memberikan keakuratan data. Evaluasi
yang dilakukan juga dilakukan bagi rumah sakit – rumah sakit yang mempunyai
keterikatan kontrak terhadap penerimaan akses JAMKESMAS.
Salah satu tools yang bisa diperbaiki untuk jamkesmas yang lebih baik yaitu
e-ktp. Ini merupakan evaluasi yang untuk memperbaiki kinerja JAMKESMAS yang
lebih baik untuk kedepannya. Dalam e-ktp ini para penduduk yang sudah masuk 14
kriteria yang sudah ditentukan oleh BPS, dalam surveinya, dapat terdata secara
baik apakah dia sudah termasuk akses JAMKESMAS, JAMKESOS, atau JAMKESDA. Dalam
e-ktp ini juga bisa menghindari masyarakat yang memperoleh asuransi ganda dalam
kesehatan, selain kesehatan bagi masyakat yang sudah menerima asuransi
kesehatan tidak bisa menerima subsidi pemerintah yang lainnya seperti: raskin,
blt, dll. Sehingga dana pengeluaran pemerintah untuk subsidi berkurang dan bisa
dialihkan ke pengeluaran pemerintah yang lainnya. Lalu, mengenai masalah moral hazards yang timbulpun bisa
diantisipasi dengan e-ktp ini.
Sedangkan
untuk pengawasan dalam rumah sakit dari Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta
mempunyai badan independent yang dipekerjakan langsung oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. Badan independent tersebut akan meninjau pelaksanaan
JAMKESMAS yang terlaksana di rumah sakit di seluruh penjuru Indonesia yang
melakukan perjanjian kontrak dengan Kementrian kesehatan dalam pelaksanaan
JAMKESMAS. Badan tersebut akan melakukan pencatatan dan pelaporan apa yang
terjadi dalam JAMKESMAS seperti, keluhan terhadap pelayanan, pasien yang nakal,
pihak rumah sakit yang nakal, dll. Sehingga evaluasi untuk JAMKESMAS untuk
kedepannya sudah terencana dengan baik.
BAB
III
(Kesimpulan
dan Saran)
https://forum.duitpintar.com/question/asuransi-kesehatan-untuk-orang-tua/
BalasHapus