Urbanisasi dan Rural-Urban Migration: Teori dan
Kebijakan
Oleh: kelompok 4
Peranan Kota
Secara umum, kota terbentuk karena
memberikan keunggulan atau keuntungan efisiensi biaya bagi para produsen dan
konsumen melalui apa yang disebut sebagai ekonomi aglomerasi (agglomeration economy). Sebagaimana yang
telah dikemukakan Walterd Isard, ekonomi aglomerasi ini memiliki dua wujud
yaitu ekonomi urbanisasi (urbanization
economy) dan ekonomi lokakisasi (localization
economy). Ekonomi urbanisasi adalah munculnya sejumlah akibat yang
berkaitan dengan pertumbuhan umum wilayah geografi yang terkonsentrasi. Ekonomi
lokalisasi adalah sejumlah akibat yang diperoleh sektor-sektor tertentu
perekonomian ketika tumbuh dan berkembang di dalam kawasan itu.
Distrik
Industri
Kota adalah
suatu kawasan yang kepadatan penduduknya relatif tinggi dan memiliki sejumlah aktivitas yang sangat berkaitan.
Perusahaan-perusahaan umumnya lebih suka berada di lokasi yang memungkinkan
mereka belajar dari perusahaan lain yang melakukan pekerjaan serupa. Imbas (spillover) pengetahuan ini juga
merupakan manfaat ekonomi aglomerasi, bagian dari manfaat lokalisasi yang
disebut Alfred Marshall sebagai distrik industri dan sangat berperan sebagai
kelompok usaha (cluster) dalam teori
keunggulan bersaing/kompetitif Michael Porter. Semua perusahaan yang berlokasi
di distrik-distrik tersebut memperoleh manfaat dari peluang untuk bisa
mensubkontrakkan pekerjaan dengan mudah. Sebagian manfaat merupakan lokasi
efisiensi kolektif pasif, tetapi berbagai manfaat lain dapat diperoleh melalui
tindakan kolektif seperti pengembangan fasilitas pelatihan atau melobi
pemerintah untuk mendapatkan infrastruktur yang dibutuhkan sebagai sebuah
industri alih-alih sebagai perusahaan tunggal (efisiensi kolektif aktif).
Kelompok-kelompok
industri biasa ditemukan di negara-negara berkembang. Sebagian dari distrik
adalah kelompok usaha pengrajin tradisional dengan sedikit pembagian kerja
(spesialisasi) dan penggunaan teknik produksi modern yang tidak memiliki
kemampuan berinovasi, melakukan ekspor, atau meluaskan bidang usaha.
Spesialisasi yang sifatnya tradisional berkembang menjadi kelompok usaha yang
lebih maju yang menerapkan pembagian kerja lebih rinci sehingga memungkinkan
perluasan cakupan usaha.
Faktor
yang menentukan dinamisme sebuah distrik adalah kemampuan semua perusahaan di
distrik itu untuk menemukan mekanisme tindakan kolektif tersebut. Selain itu,
perlunya modal sosial, khususnya kepercayaan kelompok dan adanya pengalaman
bersama dalam keberhasilan melakukan tindakan kolektif, yang secara keseluruhan
memerlukan cukup waktu untuk bisa berkembang.
Skala
Perkotaan yang Efisien
Efisiensi
hanya dapat tercapai bagi sejumlah industri yang memiliki keterkaitan yang kuat
ke hulu dan ke hilir, tetapi tidak banyak manfaatnya bagi industri yang tidak
berkaitan untuk menempatkan diri pada lokasi yang sama. Akan tetapi, terdapat
juga beberapa biaya penumpukan (congeston)
yang penting. Semakin tinggi tingkat kepadatan kawasan perkotaan, semakin
tinggi pula biaya real estate (tanah
dan bangunan). Selain itu, infrastruktur seperti air dan sistem saluran
pembuangan limbah memerlukan biaya lebih tinggi di kawasan perkotaan yang
terkonsentrasi.
Dua teori mengenai ukuran kota
adalah model hierarki kota (teori tempat pusat/ central place theory) dan model bidang datar terdiferensiasi (differentiated plane model). Dalam model
hierarki urban yang diajukan oleh August Losch dan Walter Christaller, pabrik
di berbagai industri memiliki karakteristik radius pasar yang timbul dari
keterkaitan antara tiga faktor: skala ekonomi produksi, biaya transportasi, dan
bagaimana permintaan lahan yang tersebar terhadap tempat yang tersedia. Dalam
model bidang datar terdiferensiasi yang diajukan pertama kali oleh Alfred
Weber, Walter Isard, dan Leon Moses, memperkirakan konsentrasi perkotaan pada
titik-titik persilangan rute transportasi yang langka, yang disebut nodus
internal (internal node).
SEKTOR
INFORMAL PERKOTAAN
Menurut
todaro dalam bukunya yang berjudul “Economics of Development”, sector informal
adalah bagian dari perekonomian negara – negara berkembang yang dicirikan
dengan adanya usaha kecil kompetitif perorangan atau keluarga, perdagangan
kelontong & layanan remeh temeh, berorientasi padat karya, tanpa adanya
hambatan masuk, serta dengan harga faktor dan produk yang ditentukan pasar.
Banyaknya angkatan kerja baru telah mendorong tenaga kerja tersebut menciptakan
lapangan kerja sendiri atau bekerja di perusahaan milik keluarga. Aktivitas
yang dilakukan sangat beragam seperti : berdagang, memulung sampah, berjualan
di kaki lima dan lain lain. Dengan perkiraan pertumbuhan penduduk si perkotaan
pada negara berkembang akan terus meningkat sementara sector formal pedesaan
& perkotaan semakin tidak mampu menyerap tembahan tenaga kerja, banyak
perhatian kini tercurahkan pada sector informal sebagai solusi untuk mengatasi
masalah pengangguran.
Di
banyak negara berkembang, sekitar setengah dari penduduk perkotaan bekerja di
sector informal. Pada sector informal dicirikan dengan adanya :
·
Adanya aktivitas produksi & jasa
skala kecil yang dilakukan individu atau keluarga dan menggunakan teknologi
sederhana padat karya.
·
Sector informal cenderung beroperasi
seperti perusahaan – perusahaan monopolistic.
·
Para pekerja pada sector ini biasanya
kurang memiliki pendidikan sector formal, umumnya tidak terampil, & tidak
memiliki akses pada sumber modal keuangan.
·
Produktivitas cenderung lebih rendah.
·
Para pekerja tidak mendapatkan perlindungan.
·
Biasanya pekerja pada sector ini adalah
pendatang baru dari kawasan pedesaan yang tidak memperoleh pekerjaan pada
sector formal.
·
Motivasi mereka adalah mendapatkan
pendapatan yang cukup untuk bertahan hidup, dengan menggantungkan diri pada
kemampuan mereka sendiri untuk menciptakan pekerjaan.
Kebijakan
Bagi Sektor Informal Perkotaan
Sector
informal terkait erat dengan sector formal perkotaan. Sector formal bergantung
pada sector informal untuk mendapatkan input murah dan upah barang bagi para pekerjanya,
dan sector formal bergantung pada pertumbuhan sector formal untuk mendapatkan
bagian pendapatan dan pelanggannya yang cukup besar. Pendapatan para pekerja
sector informal masih lebih tinggi dibandingkan daripada pekerja di wilayah
pedesaan paling miskin, terlepas dari berlanjutnya arus migrasi dari desa ke
kota.
Sector
formal di negara berkembang sering kali hanya memiliki basis yang kecil dalam
hal output dan lapangan kerja. Beban sector informal untuk menyerap lebih
banyak tenaga kerja akan semakin besar sampai adanya solusi untuk mengatasi
masalah penggangguran. Sector informal telah menunjukkan kemampuannya untuk
menghasilkan lapangan kerja dan pendapatan bagi tenaga kerja perkotaan. Sector
informal telah menyerap rata – rata 50% tenaga kerja di perkotaan. Beberapa
studi telah menunjukkan bahwa sector informal menghasilkan hamper sepertiga
pendapatan perkotaan. Beberapa argument dikemukakan untuk mendukung upaya
meningkatkan sector informal :
·
Bukti yang tersebar menunjukkan, sector
informal menghasilkan surplus bahkan dalam lingkungan kebijakan tidak
bersahabat yang menghambat sector ini untuk memperoleh manfaat tidak bersahabat
yang menghambat sector ini untuk memperoleh manfaat yang diberikan kepada
sector formal.
·
Akan ada tabungan cukup besar bagi
negara berkembang yang sering terganggu dengan kekurangan modal.
·
Dengan menyediakan akses pelatihan yang
menggunakan biaya relative lebih kecil dari lembaga pelatihan yang disediakan
oleh lembaga formal, sector informal dapat berperan penting dalam pembentukan
modal manusia.
·
Sector ini menyediakan tenaga kerja
semiterampil & tidak terampil yang persediaanya semakin meningkat dan
kemungkinan tidak akan terserap oleh sector formal yang membutuhkan tenaga
kerja terampil.
·
Lenih menggunakan sumber daya local,
sehingga memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih efisien.
·
Sector informal mberperan penting dalam
proses mendaur ulang smpah
·
Perbaikan sector informal akan menjamin
meningkatnya distribusi manfaat pembangunan bagi kaum miskin yang
terkonsentrasi pada sector informal.
Walaupun terdapat beberapa manfaat
tetapi ada juga kelemahan dalam mendorong sector informal yaitu berkaitan
dengan hubungan antara migrasi desa-kota dan penyerapan tenaga kerja di sector
informal, adanya aktivitas yang menimbulkan kemacetan dan polusi, serta akan
semakin padatnya pemukiman kumuh.
ILO
telah mengajukan berbagai usulan umum yang berkaitan dengan masalah tersebut di
antaranya :
1. Pemerintah
harus menghilangkan sikap memusihi sector informal dan mengutamakan kebijakan
yang lebih postif dan simpatik.
2. Pemerintah
seharusnya memfasilitasi pelatihan dalam bidang
yang paling bermanfaat bagi peeekonomian di perkotaan.
3. Mendorong
pelaku sector informal untuk melakukan aktivitas legal.
4. Pemerintah
seharusnya menyediakan kredit yang mudah untuk memungkinkan pengembangan pada
sector informal.
5. Penyediaan
infrastruktur dan lokasi yang pantas untuk bekerja.
6. Adanya
upaya untuk memperbaiki kondisi hidup, dapat diupayakan dengan mendorong
spertumbuhan sector informal di pinggiran kawasan perkotaan atau di kota – kota
yang lebih kecil yang para penduduknya akan bermukim di dekat kawasan kerja
baru yang jauh dari kepadatan perkotaan.
Perempuan
di Sektor Informal
Di
beberapa wilayah dunia, perempuan mendominasi para migran dari desa ke kota dan
mungkin bahkan mayoritas penduduk kawasan perkotaan. Akibatnya perempuan
seringkali mewakili bagian terbesar dari pera pekerja sector informal, yang
bekerja dengan upah rendah dan pekerjaan tidak stabil dengan tidak adanya
tunjanan atau jaminan social. Banyak perempuan yang menjalankan usaha kecil
dengan modal sedikit atau tanpa modal sama sekali yang kebanyakan berkaitan
dengan penjualan panganan kecil atau kerajinan buatan tangan sendiri. Karena
perempuan dapat menggunakan modal secara lebih produktif dan memulai usaha
dengan modal yang lebih sedikit, tingkat pengembalian mereka jauh lebih tinggi
daripada laki-laki.
Untuk
mengentaskan perempuan dan anak – anak mereka dari kubangan kemiskinan yang
mengenaskan, sangat diperlukan adanya upaya mengintegrasikan perempuan ke dalam
arus utama perekonomian. Rencana kebijakan harus memperhatikan keadaan khusus
yang dihadapi perempuan, agar perempuan dapat memperoleh manfaat dari
pembanguan. Salah satunya dengan cara meniadakan peraturan perundang – undangan
yang membatasi hak – hak perempuan untuk memiliki harta benda, melakukan
transaksi keuangan, atau membatasi fertilitas mereka. Selain itu, arus
dihilangkan juga larangan bagi perempuan untuk mengikuti pelatihan dan layanan
teknis yang dilakukan pemerintah. Penyediaan layanan perawatan anak dan
keluarga berencana akan meringankan beban reproduksi yang harus dipikul
perempuan dan memungkinkan mereka untuk meraih pertisipasi yang lebih besar
dalam perekonomian.
Masalah
yang Ditimbulkan Kota Raksasa
Rute transpotasi
utama di negara-negara berkembang umumnya adalah warisan zaman kolonial. Para
ilmuan aliran ketergantungan telah membangdingkan jaringan transportasi
kolonial dengan sistem drainase, yang mengedepankan kemudahan pengurasan sumber
daya alam negeri jajahan.
Pada pembahasan
mengenai masalah yang ditimbulkan kota raksasa, dibahas pula mengenai bias kota
utama dan penyebab timbulnya kota raksasa.
·
Bias Kota Utama (first-city bias)
Yaitu,
bentuk bias perkotaan yang sering menyebabkan gangguan cukup besar. Kota
terbesar atau “tempat utama” suatu negara akan menerima bagian investasi publik
dan insentif bagi investasi swasta dalam proporsi lebih besar dibandingkan
dengan yang diberikan bagi kota terbesar kedua dan kota-kota lebih kecil
lainnya di negara itu. Akibatnya, kota utama memiliki jumlah penduduk dan
aktivitas ekonomi yang jauh lebih besar dan tidak efisien dibandingkan dengan
kota-kota lainnya.
·
Penyebab Timbulnya Kota Raksasa
Ada
beberapa faktor yang menjadi latar belakang munculnya kota raksasa seperti:
Ø Akibat
dari kombinasi sistem transportasi hub-and-spoke
dan lokasi modal politik di kota terbesar
Ø Budaya
politik perburuan rente dan kegagalan pasar modal yang membuat upaya pembangunan
pusat-pusat kota baru tidak dapat dilakukan oleh pasar
Ø Konsekuensi
negatif politik ekonomi, menekankan akibat dari industrialisasi substitusi
impor dengan proteksi yang sangat ketat
Ø Konsekunsi
dari upaya pemimpin negara diktator untuk tetap berkuasa.
Ø Faktor
ekonomi politik, antara lokasi perusahaan dengan akses yang mudah dengan
pejabat pemerintah.
Teori
Ekonomi tentang Migrasi Desa-Kota
Laju migrasi desa-kota bisa saja terus berlangsung
meskipun telah melebihi laju pertumbuhan kesempatan kerja. Kenyataan ini
memliki landasan yang rasional, karenaadanya perbedaan ekspetasi pendapatan
yang sangat lebar, yakni para migran pergi kekota untuk meraih tingkat upah
lebih tinggi yang nyata. Dengan demikian, lonjakanpenggaruan di perkotaan
merupakan akibat yang tidak terhindarkan dari adanyakesempatan ekonomi berupa
kesenjangan tingkat upah antara di perdesaan danperkotaan dan ketimpangan itu
banyak ditemukan di dunia ketiga.
Terdapat
Lima Implikasi kebijakan menurut Todaro
1.
Ketimpangankesempatan kerja antara kota dan desa harus dikurangi. Karena para
imigran diasumsikan tanggap terhadap adanya selisih-selisih pendapatan, maka
ketimpangan kesempatan ekonomi antara segenap sektor perkotaan dan pedesaan
harus dikurangi.
2.
Pemecahan masalah penggaruan tidak cukup hanya dengan menciptakanlapangan
pekerjaan di kota. Pemecahan masalah pengangguran di perkotaan yangdilakukan
menurut saran-saran ilmu ekonomi Keynesian atau tradisional (yaitu,
melaluipenciptaan lebih banyak lapangan kerja disektor modern perkotaan tanpa
harus meningkatkan penghasilan dan kesempatan kerja di pedesaan dalam
waktubersamaan.
3.
Pengembangan pendidikan yang berlebihan dapat mengakibatkan migrasi dan
pengangguran. Model Todaro juga memiliki implikasi kebijakan penting untuk
mencegah invetasi di bidang pendidikan yang berlebihan, terutama pendidikan
tinggi.
4.
Pemberian subsidi upah dan penentuan harga faktor produksitradisional (tenaga
kerja) justru menurunkan produktivitas.
5.
Program pembangunan desa secara terpadu harus dipacu. Setiap kebijakan yang
hanyaditujukan untuk memenuhi sisi permintaan kesempatan kerja di kota, seperti
subsidi upah, rekrutmen pegawai lembaga-lembaga pemerintah, penghapusan
distorsi harga-harga faktor produksi dan penyediaan insentif perpajakan bagi
para majikan, dalam jangka panjang ternyata tidak begitu efektif untuk
meniadakan atau menanggulangimasalah pengangguran.
Strategi Komprehensif untuk menanggulangi persoalan migrasi dan kesempatan
kerja:
1. Penciptaan keseimbangan
ekonomi yang memadahi antara desa dan kota
2. Perluasan industri-industri
kecil yang padat karya
3. Penghapusan distorsi harga
faktor-faktor produksi
4. Pemilihan tekhnologi padat
karya yang tepat
5. Pengubahan keterkaitan langsung
antara pendidikan dan kesempatan kerja
6. Pengurangan laju pertumbuhan
penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut dan perbaikan distribusi
pendapatan
7. Mendestralisasikan kewenangan
ke kota dan daerah sekitarnya
Faktor Pendorong Terjadinya UrbanisasiMenurut Todaro (1985: 75)
karakteristik dasar dalam migrasi adalah sebagai berikut :
1. dorongan utama migrasi adalah pertimbangan ekonomi yang rasional
terhadap segala keuntungan dan kerugian.
2. keputusan migrasi lebih bergantung kepada harapan daripada perbedaan
upah riil sesungguhnya yangterdapat di desa dan kota.
3. kemungkinan seseorang mendapatkan pekerjaan di kota, berbanding terbalik
dengan tingkat pengangguran yang terdapat di kota itu.
4. tingkat migrasi melebihi tingkat pertumbuhan lapangan kerja di kota
adalah suatu hal yang logis.
5. keterbatasan fasilitas di desa.
Selain itu ada juga
faktor-faktor yang mendorong terjadinya urbanisasi khususnya di Indonesia,
faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
1. Lahan pertanian yang semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5. Diusir dari desa asal
6. Didak tersedianya sekolah yang memadai di desa.
1. Pada dua dasawarsa yang akan
datang masalah gelombang urbanisasi yang cepat menjadi topik kebijakan
kependudukan yang lebih penting daripada upaya menghambat laju pertumbuhan
penduduk di negara-negara Dunia Ketiga karena adanya dampak negatif dari
migrasi yaitu memperburuk keseimbangan stuktural antara desa dan kota secara
langsung. Dan pada kenyataannya, dampak negatif yang ditimbulkan oleh migrasi
terhadap proses pembangunan ternyata lebih luas daripada sekedar memperburuk
kondisi maupun tingkat pengangguran di perkotaan, baik secara terbuka atau
terselubung dan sesungguhnya migrasi membawa implikasi negatif yang yang selalu
ditimbulkannya terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dan upaya-upaya pembangunan
secara keseluruhan, terutama yang termanifestasikan dari proses terus
memburuknya distribusi pendapatan atau hasil-hasil pembangunan sehingga topik
masalah gelombang urbanisasi yang cepat lebih penting guna memperbaiki
pertumbuhan ekonomi yang mana dengan pertumbuhan ekonomi yang baik akan membawa
pengaruh pada pertumbuhan penduduk di negara-negara Dunia Ketiga.
SUMBER : Todaro, Michael P. and Smith, Stephen C.
(2009). Economic Development. Ninth Edition. Harlow.
Addison-Wesley.
0 komentar:
Posting Komentar