Pendidikan, Pembangunan
SDM, dan Peran Pendidikan dalam Pembangunan
Oleh: Kelompok 7
Arti
Penting Pendidikan
Pendidikan
adalah tujuan pembangunan yang mendasar. Pendidikan dapat meningkatkan tingkat
kapabilitas seseorang yang dengan kapabilitas itu dia bisa bebas memilih fungsinya
di masyarakat. Pendidikan memiliki peran yang penting untuk meningkatkan
kemampuan negara berkembang dalam menyerap teknologi modern dan mengembangkan
kapasitas bagi terwujudnya pertumbuhan dan pembagunan berkelanjutan. Oleh
karena itu, pendidikan dapat dipahami sebagai input dan output dalam
pembangunan. Pendidikan menjadi tujuan dari pembangunan dan juga sebagai faktor
pemicu pembangunan.
Pendidikan adalah modal manusia
yang vital dalam mengembangkan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan gagasan.
Dengan modal itu, manusia dapat meningkatkan kesejahteraannya.
A.
Pendidikan dan Kesehatan Sebagai Investasi Gabungan dalam Pembangunan
Perlu diketahui
bahwa pendidikan yang berhasil juga bergantung pada kesehatan yang memadai.
Seseorang bisa dididik dengan baik, jika sehat jasmani dan rohani. Jika seseorang sehat, usia harapan hidup juga
akan tinggi dan itu meningkatkan tingkat produktifitas.
Pendidikan juga mempengaruhi bidang
kesehatan karena banyak program-program kesehatan yang membutuhkan
keterampilan, pengetahuan, dan gagasan yang itu hanya bisa didapat dari
pendidikan.
B.
Peningkatan Pendapatan Saja Tidak Cukup, Harus Diikuti Peningkatan Pendidikan
Tingkat
Pendidikan di negara maju jauh lebih tinggi di negara berkembang atau miskin. Hal
ini dapat dimaklumi, kerena dengan pendapatan yang tinggi maka orang akan lebih
memberikan perhatian pada pendidikan.
Dengan pendidikan yang lebih baik maka pendapatan yang lebih tinggi akan
mudah dicapai.
Orang umumnya
mengeluarkan dana yang lebih untuk pendidikan disaat pendapatannya tinggi.
Namun, bukti menunjukkan bahwa meski pendapatan naik belum tentu dibarengi
dengan peningkatan pendidikan yang lebih baik. Kita tidak bisa berharap bahwa
pendapatan yang meningkat akan diinvestasikan secukupnya ke dalam pendidikan.
Misalnya ada orang yang kaya karena usahanya dalam bertani. Orang yang kaya
tersebut akan mendidik anaknya sama seperti dirinya yaitu bertani. Bertani
merupakan kegiatan yang tidak terlalu memperhatikan tingkat pendidikan. Jadi,
orang kaya itu tidak akan meningkatkan status pendidikan anak mereka, karena
anaknya hanya akan dijadikan sebagai petani. Menurut penelitian, yang paling
bisa meningkatkan tingkat pendidikan adalah adanya sosialisasi tentang
pentingnya pendidikan itu sendiri. Ini akan berpengaruh positif terhadap
peningkatan pendidikan terutama di negara berkembang.
Jika orang tua
sudah mengerti tentang pentingnya pendidikan, maka anak-anak akan rajin
sekolah. Sekolah membuat tingkat buta huruf berkurang dan keterampilan juga
akan meningkat. Ika sudah begitu tambahan kesejahteraan juga akan meningkat
dengan sendirinya.
Orang yang terdidik akan memberikan
manfaat bagi sekitarnya, misalnya dengan memberikan informasi terbaru dan
membuat inovasi yang bermanfaat.
Investasi dalam Pendidikan
dan Kesehatan: Pendekatan Human Capital
Analisis
dari investasi dalam pendidikan dan kesehatan dapat disatukan dalam pendekatan
human capital. Human capital adalah istilah ekonom yang sering digunakan untuk
pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia yang dapat meningkatakan
produktivitas. Pendidikan dan kesehatan berkontribusi secara langsung dalam
meningkatkan kesejahteraan. Tapi dasar dari pendekatan human capital berfokus
pada kemampuan tidak langsung mereka untuk meningkatkan kesejahteraan dengan
meningkatkan pendapatan.
Efek
dari human capital investment dalam negara berkembang cukup besar. Sebuah data
menunjukkan bahwa orang yang berpendidikan tinggi mulai bekerja penuh pada saat
usia mereka sudah lanjut, tetapi pendapatan mereka jauh lebih tinggi daripada
orang yang sudah bekerja sebelumnya. Tapi keuntungan pendapatan di masa depan
harus memperhitungkan biaya total pendidikan yang mencakup biaya kuliah atau
pengeluaran berkaitan dengan pendidikan, seperti buku dan seragam, dan biaya
tidak langsung terutama pendapatan pendapatan mereka yang hilang akibat
bersekolah.
Perhatikan
bahwa di Afrika sub-Sahara dan Asia, rate of return ke pendidikan dasar adalah
sekitar 40%! Meskipun demikian pengembalian yang luar biasa, banyak keluarga
tidak membuat investasi ini karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk
meminjam bahkan sedikit jumlah uang yang seorang anak yang dapat upah karena
bekerja yang dapat dibawa ke dalam keluarga. Perhatikan bahwa tingkat
pengembalian yang lebih tinggi untuk negara-negara berkembang mencerminkan
bahwa diferensial pendapatan antara mereka dengan yang lebih atau kurang dalam
hal pendidikan lebih besar daripada rata-rata untuk negara-negara berkembang.
Hal
ini ditemukan, termasuk jumlah subsidi publik untuk pendidikan individu sebagai
bagian dari biaya langsung, karena ini adalah bagian dari investasi dari segi
sosial (dan dengan mempertimbangkan sebelum pajak daripada pendapatan setelah
pajak). Perlu dicatat bahwa investasi sosial mungkin bersahaja karena mereka
tidak memperhitungkan eksternalitas bahwa orang-orang berpendidikan memberi
manfaat pada orang lain (misalnya, mampu membaca untuk anggota keluarga yang
lain), belum lagi manfaat individu dan sosial lainnya seperti peningkatan
otonomi dan partisipasi masyarakat, yang tercermin dalam kutipan pembukan bab
ini dari Amartya Sen.
Anak sebagai Pekerja
Pekerja anak merupakan
masalah yang tersebar luas di negara berkembang. International Labor Office
(ILO) atau organisasi buruh internasional, sebuah badan PBB yang memainkan
peran penting dalam berbagai isu pekerja anak, dalam laporan empat tahunannya
tentang pekerja anak yang dipublikasikan pada tahun 2010 mengemukakan bahwa
pada tahun 2008 terdapat 306 juta anak-anak yang berusia mulai 5-17 tahun yang
melakukan jenis pekerjaan tertentu, hanya sekitar sepertiga dari jumlah itu
yang diperbolehkan bekerja berdasarkan hukum nasional di negara masing-masing
dan konvensi ILO yang berlaku. Meski demikian, 215 juta anak digolongkan
sebagai “pekerja anak” karena mereka masih di bawah batas usia minimum untuk
boleh bekerja; atau berada di atas batas usia itu (sampai usia 17 tahun) tetapi
melakukan pekerjaaan yang bisa mengancam kesehatan, keselamatan, atau moral
mereka; atau berada dalam kondisi kerja paksa.
Namun, tidak jelas apakah dengan segera melarang semua
bentuk pekerja anak merupakan kepentingan terbaik bagi anak-anak itu sendiri.
Tanpa pekerjaan, seorang anak mungkin akan mengalami malnutrisi yang parah;
dengan bekerja maka biaya sekolah, nutrisi pokok, dan perawatan kesehatan
mungkin akan tersedia. Namun ada sejumlah kondisi yang membuat pelarangan
pekerja akan menguntungkan bagi pekerja anak itu sendiri dan keluarganya secara
keseluruhan, yaitu ekuilibrium jamak.
Kaushik Basu telah menyediakan analisis mengenai hal ini, dan kita terlebih
dahulu akan mempertimbangkan modelnya yang sederhana dimana ditunjukkan
bagaimana masalah ini timbul.
Dalam model pekerja anak, kita membuat dua asumsi
penting. Pertama, bahwa rumah tangga
yang berpendapatan cukup tinggi tidak akan menyuruh anaknya bekerja. Seperti
yang bisa kita harapkan, ada bukti kuat bahwa hal ini benar atau setidaknya hampir selalu benar. Kedua, bahwa pekerja anak dan pekerja
dewasa saling mensubstitusi. Bahkan, anak-anak tidak seproduktif orang dewasa,
dan orang dewasa dapat melakukan pekerjaan apapun yang dapat dilakukan
anak-anak.
Model pekerja anak disajikan secara grafis di atas. Pada
sumbu x, kita memiliki penawaran tenaga kerja yang setara dengan orang dewasa.
Karena kita ingin memahami dampak permintaan untuk tenaga kerja, cara paling
baik adalah dengan mempertimbangkan unit-unit tenaga kerja yang homogen dalam
sebuah grafik. Jadi jika produktivitas seorang pekerja anak adalah sejumlah g kali pekerja dewasa maka kita mempertimbangkan
seorang anak sebagai padanan dari produktivitas g pekerja dewasa. Sesuai dengan asumsi kita, g < 1. Sebagai contoh, jika produktivitas seorang
pekerja anak adalah setengah produktivitas seorang pekerja dewasa, maka g = 0,5.
Selama upah masih berada di atas wH maka kurva penawaran akan berada di sepanjang AA’, jika upah di bawah wH maka kurva penawaran akan berada di sepanjang TT’, dan jika berada di antara kedua
titik upah itu maka kurva penawaran akan berada di sepanjang kurva berbentuk S
yang berada di antara kedua garis vertikal tersebut.
Andaikan pelarangan pekerja anak bisa segera diterapkan
di seluruh dunia makan pelarangan itu kemungkinan akan kontraproduktif. Di satu
sisi membuat anak-anak bisa menikmati pendidikan, di sisi lain penghasilan
keluarga berkurang.
Terdapat empat pendekatan utama
dalam kebijakan pekerja anak yang sekarang diterapkan dalam perumumsan
kebijakan pembangunan, yaitu:
Pendekatan pertama menyadari bahwa pekerja anak merupakan cerminan
kemiskinan sehingga merekomendasikan fokus pada upaya penanggulangan kemiskinan
dibanding langsung menangani masalah pekerja anak.
Pendekatan kedua mengedepankan strategi yang dapat menarik anak-anak
ke sekolah yang mencakup perluasan pengadaan unit sekolah baru, contohnya
pembangunan unit sekolah baru di desa, dan bantuan tunai bersyarat untuk
mendorong para orang tua menyekolahkan anak mereka.
Pendekatan ketiga memandang bahwa pekerja anak tidak dapat dihindari ,
setidaknya dalam jangka pendek, dan mengedepankan pada cara-cara yang dapat
meringankannya-seperti melalui pengaturan yang dapat mencegah penganiayaan dan
penyediaan layanan pendukung bagi anak-anak yang berkerja.
Pendekatan keempat, yang paling sering diasosiakan dengan ILO, mendukung
pelarangan pekerja anak.
The
gender Gap: Diskriminasi
dalam Pendidikan
Tingkat
pendidikan yang diterima bagi remaja perempuan dipastikan lebih rendah
dibanding remaja laki-laki pada negara berkembang padahal apabila dilihat
secara keseluruhan tingkat buta huruf remaja sudah mulai menurun di dunia. The
educational gender gap adalah perbedaan dari akses dan pemenuhan pendidikan
yang diterima oleh perempuan dan laki-laki. Perbedaan ini biasanya terjadi pada
negara berkembang tingkat rendah seperti Afrika dan Asia selatan, dimana
tingkat kemampuan membaca perempuan kurang dari setengah tingkat kemampuan
membaca pada laki-laki. Padahal telah dibahas sebelumnya, salah satu tujuan
dari Millenium Development Goals (MDG’s), yaitu mempromosikan kesetaraan
gender dan memberi wewenang pada perempuan. Tujuan-tujuan ini direncanakan
dimulai sejak tahun 2005 dan diharapkan dapat terpenuhi pada tahun 2015 nanti.
Perempuan di negara dengan tingkat pendapatan menengah ke atas sudah mulai
sadar akan pentingnya pendidikan ini dilihat dari jumlah mahasiswi di
universitas.
Studi
empiris menunjukkan bahwa diskriminasi pendidikan pada wanita dapat menghalangi
pembangunan ekonomi suatu negara dan menimbulkan kesenjangan sosial. Berikut
adalah tiga alasan untuk menghentikan perbedaan pencapaian pendidikan pada
perempuan dan laki-laki:
a. Dampak
baik yang akan diterima di masa mendatang pada pendidikan yang diperoleh
perempuan akan lebih tinggi dibanding pada laki-laki
b. Meningkatkan
pendidikan pada perempuan tidak hanya mampu meningkatkan produktivitas tetapi
juga meningkatkan partisipasi tenaga kerja, mencegah pernikahan usia dini,
mengurangi tingkat kelahiran, dan memperbaiki gizi dan nutrisi anak untuk
generasi masa depan yang lebih baik
c. Karena
perempuan menanggung beban dari kemiskinan yang tidak sepadan, maka perubahan
berupa peningkatan pendidikan bagi perempuan
mampu meningkatkan peran dan berdampak penting dalam mengurangi
kemiskinan
Pendidikan
yang tinggi pada perempuan akan berdampak atau memiliki imbal balik yang lebih
tinggi dibanding investasi apapun.(contoh: pembangunan infrastruktur umum) dari
sinilah kita tahu bahwa diskriminasi pendidikan pada wanita sangat tidak adil
dan menghambat pencapaian tujuan pembangunan negara. Seorang ibu di daerah
pedesaan yang dapat memperoleh pendidikan layak
secara umum mampu memperbaiki pendidikan dan kesehatan anak-anaknya,
mampu mengurangi tingkat anak yang cacat, dan mengurangi tingkat anak dengan
gizi buruk.
Sistem
Pendidikan dan Pembangunan
Banyak literatur yang
menyebutkan bahwa secara umum kajian mengenai pendidikan pembangunan ekonomi
meliputi setidaknya 2 hal pokok, yaitu: 1. Interaksi antara permintaan
pendidikan yang didukung kemampuan ekonomi dan penawaran pendidikan yang secara
politik untuk merespon permintaan yang ada 2. Pemisahan yang penting antara
keuntungan privat dan sosial dari tiap jenjang pendidikan dan kaitannya dengan
strategi investasi di bidang pendidikan.
Ekonomi
Politik Penawaran dan Permintaan Pendidikan: Hubungan antara Kesempatan Kerja
dan Permintaan Pendidikan
Pada dasarnya, permintaan
akan pendidikan didasari oleh ekspektasi masyarakat akan private benefits, yakni keuntungan yang didapatkan secara pribadi
oleh pelajar dan keluarganya dari pendidikan yang ditempuh, contohnya adalah
peluang mendapatkan pendapatan yang lebih besar di masa depan. Variabel yang
mempengaruhi tingkat permintaan pendidikan di antaranya adalah private benefits tadi dan biaya yang
harus dikeluarkan untuk dapat menikmati pendidikan.
Besarnya permintaan akan
pendidikan dipengaruhi oleh besarnya harapan keluarga untuk membuka peluang
bagi anak-anak mereka untuk dapat diserap oleh sektor modern, karena perbedaan
pendapatan di sector modern dengan di sektor agraris cukup signifikan. Ada
beberapa contoh kondisi di negara berkembang yang dapat memengaruhi permintaan
pendidikan:
1.
Perbedaan
pendapatan sector modern dan sector agrarian
2.
Tingkat
pertambahan pekerjaan di sector modern
3.
Kecenderungan
industry menyerap tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikan
4.
Kekuatan
politik pemerintah yang diaplikasikan terhadapa pendidikan
5.
Biaya
pendidikan
Biaya dan Keuntungan Sosial versus Biaya dan
Keuntungan Privat
Biaya dan keuntungan privat adalah pengorbanan dan
keuntungan yang ditanggung oleh pelajar dan keluarganya (rumah tangga
individual) sedangkan biaya dan keuntungan sosial adalah pengorbanan dan
keuntungan yang dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan, dalam
hal ini, juga dapat menimbulan iaya dan keuntungan sosial, misalnya biaya peluang
yang ditimbulkan dari dana yang digunkan pemerintah untuk pendidikan sebenarnya
berpeluang untuk digunakan di sektor lain yang lebih membutuhkan. Sementara
keuntungan sosial dari pendidikan misalnya adalah kemajuan ekonomi dan lain
sebagainya.
Berdasarakan pendekatan ilmu ekonomi, pendidikan
adalah juga sebuah komoditas yang harus diperhitungkan penyediaan
efisiennya.Misalkan, pada suatu negara, biala setelah diperhitungkan didapatkan
hasil bahwa pengadaan pendidikan wajib 9 tahun adalah yang paling efektif, maka
itulah yang seharusnya diterapkan. Pertimbangan ini berdasarkan kepada
perhitungan marginal cost dan marginal benefit.
Distribusi Pendidikan
Faktanya, masih banyak negara yang sudah mampu
menyediakan pendidikan hingga tingkat tinggi namun belum dapat memberlakukan
pemerataan pendidikan bagi warga negaranya. Artinya,banyak warga negara yang
menempuh Sarjana strata 3 dan di sisi lain masih banyak yang tidak bersekolah
sama sekali. Hal ini terkait dengan alokasi subsidi yang tepat sasaran oleh
pemerintah.
Ada pernyataan lain bahwa pada beberapa sirkumstansi,
pendidikan malah menambah tingkat kesenjangan dan bukannya mengurangi, terutama
terjadi di negara berkembang. Logikanya sederhana, biasanya yang mampu
mengakses pendidikan lanjut dan berkualitas adalah pelajar yang berasal dari
golongan menengah ke atas, sementara
golongan menengah ke bawah hanya mampu mengakses pendidikan menengah
saja, itupun yang kualitasnya lebih rendah. Hal ini selanjutnya malah
meningkatkan kesenjangan di masa depan, megingat selisih pendapatan alumni
pendidikan dasar hingga menengah dengan alumni pendidikan tinggi berkisar
antara 300% hingga 800%. Lebih lanjut lagi, upaya pengembangan pendidkan di
suatu negara perlu juga memperhatikan kondisi riil masing-masing negara.
Sebagai contoh, negara yang tingkat pendidikan rata-ratanya masih rendah
seperti Mali mungkin harus menambah kuantitas sekolah, sementara negara-negara
Asia Selatan yang pendidikannya notabene sudah memadai dari segi kuantitas
namun masih rendah dari segi kualitas perlu meningkatkan kualitas pengajaran
ketimbang meningkatkan kuantitas.
Daftar Pustaka:
Todaro, Michael P. and Syephen C.
Smith. (2011). Economic Development (11th ed). England: Pearson
0 komentar:
Posting Komentar