Minggu, 17 November 2013

Urbanisasi dan Rural-Urban Migration: Teori dan Kebijakan
Oleh: kelompok 4
Peranan Kota
Secara umum, kota terbentuk karena memberikan keunggulan atau keuntungan efisiensi biaya bagi para produsen dan konsumen melalui apa yang disebut sebagai ekonomi aglomerasi (agglomeration economy). Sebagaimana yang telah dikemukakan Walterd Isard, ekonomi aglomerasi ini memiliki dua wujud yaitu ekonomi urbanisasi (urbanization economy) dan ekonomi lokakisasi (localization economy). Ekonomi urbanisasi adalah munculnya sejumlah akibat yang berkaitan dengan pertumbuhan umum wilayah geografi yang terkonsentrasi. Ekonomi lokalisasi adalah sejumlah akibat yang diperoleh sektor-sektor tertentu perekonomian ketika tumbuh dan berkembang di dalam kawasan itu.
Distrik Industri
Kota adalah suatu kawasan yang kepadatan penduduknya relatif tinggi dan memiliki  sejumlah aktivitas yang sangat berkaitan. Perusahaan-perusahaan umumnya lebih suka berada di lokasi yang memungkinkan mereka belajar dari perusahaan lain yang melakukan pekerjaan serupa. Imbas (spillover) pengetahuan ini juga merupakan manfaat ekonomi aglomerasi, bagian dari manfaat lokalisasi yang disebut Alfred Marshall sebagai distrik industri dan sangat berperan sebagai kelompok usaha (cluster) dalam teori keunggulan bersaing/kompetitif Michael Porter. Semua perusahaan yang berlokasi di distrik-distrik tersebut memperoleh manfaat dari peluang untuk bisa mensubkontrakkan pekerjaan dengan mudah. Sebagian manfaat merupakan lokasi efisiensi kolektif pasif, tetapi berbagai manfaat lain dapat diperoleh melalui tindakan kolektif seperti pengembangan fasilitas pelatihan atau melobi pemerintah untuk mendapatkan infrastruktur yang dibutuhkan sebagai sebuah industri alih-alih sebagai perusahaan tunggal (efisiensi kolektif aktif).
            Kelompok-kelompok industri biasa ditemukan di negara-negara berkembang. Sebagian dari distrik adalah kelompok usaha pengrajin tradisional dengan sedikit pembagian kerja (spesialisasi) dan penggunaan teknik produksi modern yang tidak memiliki kemampuan berinovasi, melakukan ekspor, atau meluaskan bidang usaha. Spesialisasi yang sifatnya tradisional berkembang menjadi kelompok usaha yang lebih maju yang menerapkan pembagian kerja lebih rinci sehingga memungkinkan perluasan cakupan usaha.
            Faktor yang menentukan dinamisme sebuah distrik adalah kemampuan semua perusahaan di distrik itu untuk menemukan mekanisme tindakan kolektif tersebut. Selain itu, perlunya modal sosial, khususnya kepercayaan kelompok dan adanya pengalaman bersama dalam keberhasilan melakukan tindakan kolektif, yang secara keseluruhan memerlukan cukup waktu untuk bisa berkembang.
Skala Perkotaan yang Efisien
            Efisiensi hanya dapat tercapai bagi sejumlah industri yang memiliki keterkaitan yang kuat ke hulu dan ke hilir, tetapi tidak banyak manfaatnya bagi industri yang tidak berkaitan untuk menempatkan diri pada lokasi yang sama. Akan tetapi, terdapat juga beberapa biaya penumpukan (congeston) yang penting. Semakin tinggi tingkat kepadatan kawasan perkotaan, semakin tinggi pula biaya real estate (tanah dan bangunan). Selain itu, infrastruktur seperti air dan sistem saluran pembuangan limbah memerlukan biaya lebih tinggi di kawasan perkotaan yang terkonsentrasi.
            Dua teori mengenai ukuran kota adalah model hierarki kota (teori tempat pusat/ central place theory) dan model bidang datar terdiferensiasi (differentiated plane model). Dalam model hierarki urban yang diajukan oleh August Losch dan Walter Christaller, pabrik di berbagai industri memiliki karakteristik radius pasar yang timbul dari keterkaitan antara tiga faktor: skala ekonomi produksi, biaya transportasi, dan bagaimana permintaan lahan yang tersebar terhadap tempat yang tersedia. Dalam model bidang datar terdiferensiasi yang diajukan pertama kali oleh Alfred Weber, Walter Isard, dan Leon Moses, memperkirakan konsentrasi perkotaan pada titik-titik persilangan rute transportasi yang langka, yang disebut nodus internal (internal node).
SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN
            Menurut todaro dalam bukunya yang berjudul “Economics of Development”, sector informal adalah bagian dari perekonomian negara – negara berkembang yang dicirikan dengan adanya usaha kecil kompetitif perorangan atau keluarga, perdagangan kelontong & layanan remeh temeh, berorientasi padat karya, tanpa adanya hambatan masuk, serta dengan harga faktor dan produk yang ditentukan pasar. Banyaknya angkatan kerja baru telah mendorong tenaga kerja tersebut menciptakan lapangan kerja sendiri atau bekerja di perusahaan milik keluarga. Aktivitas yang dilakukan sangat beragam seperti : berdagang, memulung sampah, berjualan di kaki lima dan lain lain. Dengan perkiraan pertumbuhan penduduk si perkotaan pada negara berkembang akan terus meningkat sementara sector formal pedesaan & perkotaan semakin tidak mampu menyerap tembahan tenaga kerja, banyak perhatian kini tercurahkan pada sector informal sebagai solusi untuk mengatasi masalah pengangguran.
            Di banyak negara berkembang, sekitar setengah dari penduduk perkotaan bekerja di sector informal. Pada sector informal dicirikan dengan adanya :
·         Adanya aktivitas produksi & jasa skala kecil yang dilakukan individu atau keluarga dan menggunakan teknologi sederhana padat karya.
·         Sector informal cenderung beroperasi seperti perusahaan – perusahaan monopolistic.
·         Para pekerja pada sector ini biasanya kurang memiliki pendidikan sector formal, umumnya tidak terampil, & tidak memiliki akses pada sumber modal keuangan.
·         Produktivitas cenderung lebih rendah.
·         Para pekerja tidak mendapatkan perlindungan.
·         Biasanya pekerja pada sector ini adalah pendatang baru dari kawasan pedesaan yang tidak memperoleh pekerjaan pada sector formal.
·         Motivasi mereka adalah mendapatkan pendapatan yang cukup untuk bertahan hidup, dengan menggantungkan diri pada kemampuan mereka sendiri untuk menciptakan pekerjaan.
Kebijakan Bagi Sektor Informal Perkotaan
            Sector informal terkait erat dengan sector formal perkotaan. Sector formal bergantung pada sector informal untuk mendapatkan input murah dan upah barang bagi para pekerjanya, dan sector formal bergantung pada pertumbuhan sector formal untuk mendapatkan bagian pendapatan dan pelanggannya yang cukup besar. Pendapatan para pekerja sector informal masih lebih tinggi dibandingkan daripada pekerja di wilayah pedesaan paling miskin, terlepas dari berlanjutnya arus migrasi dari desa ke kota.
            Sector formal di negara berkembang sering kali hanya memiliki basis yang kecil dalam hal output dan lapangan kerja. Beban sector informal untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja akan semakin besar sampai adanya solusi untuk mengatasi masalah penggangguran. Sector informal telah menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan lapangan kerja dan pendapatan bagi tenaga kerja perkotaan. Sector informal telah menyerap rata – rata 50% tenaga kerja di perkotaan. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa sector informal menghasilkan hamper sepertiga pendapatan perkotaan. Beberapa argument dikemukakan untuk mendukung upaya meningkatkan sector informal :
·         Bukti yang tersebar menunjukkan, sector informal menghasilkan surplus bahkan dalam lingkungan kebijakan tidak bersahabat yang menghambat sector ini untuk memperoleh manfaat tidak bersahabat yang menghambat sector ini untuk memperoleh manfaat yang diberikan kepada sector formal.
·         Akan ada tabungan cukup besar bagi negara berkembang yang sering terganggu dengan kekurangan modal.
·         Dengan menyediakan akses pelatihan yang menggunakan biaya relative lebih kecil dari lembaga pelatihan yang disediakan oleh lembaga formal, sector informal dapat berperan penting dalam pembentukan modal manusia.
·         Sector ini menyediakan tenaga kerja semiterampil & tidak terampil yang persediaanya semakin meningkat dan kemungkinan tidak akan terserap oleh sector formal yang membutuhkan tenaga kerja terampil.
·         Lenih menggunakan sumber daya local, sehingga memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih efisien.
·         Sector informal mberperan penting dalam proses mendaur ulang smpah
·         Perbaikan sector informal akan menjamin meningkatnya distribusi manfaat pembangunan bagi kaum miskin yang terkonsentrasi pada sector informal.
Walaupun terdapat beberapa manfaat tetapi ada juga kelemahan dalam mendorong sector informal yaitu berkaitan dengan hubungan antara migrasi desa-kota dan penyerapan tenaga kerja di sector informal, adanya aktivitas yang menimbulkan kemacetan dan polusi, serta akan semakin padatnya pemukiman kumuh.
            ILO telah mengajukan berbagai usulan umum yang berkaitan dengan masalah tersebut di antaranya :
1.      Pemerintah harus menghilangkan sikap memusihi sector informal dan mengutamakan kebijakan yang lebih postif dan simpatik.
2.      Pemerintah seharusnya memfasilitasi pelatihan dalam bidang  yang paling bermanfaat bagi peeekonomian di perkotaan.
3.      Mendorong pelaku sector informal untuk melakukan aktivitas legal.
4.      Pemerintah seharusnya menyediakan kredit yang mudah untuk memungkinkan pengembangan pada sector informal.
5.      Penyediaan infrastruktur dan lokasi yang pantas untuk bekerja.
6.      Adanya upaya untuk memperbaiki kondisi hidup, dapat diupayakan dengan mendorong spertumbuhan sector informal di pinggiran kawasan perkotaan atau di kota – kota yang lebih kecil yang para penduduknya akan bermukim di dekat kawasan kerja baru yang jauh dari kepadatan perkotaan.
Perempuan di Sektor Informal
            Di beberapa wilayah dunia, perempuan mendominasi para migran dari desa ke kota dan mungkin bahkan mayoritas penduduk kawasan perkotaan. Akibatnya perempuan seringkali mewakili bagian terbesar dari pera pekerja sector informal, yang bekerja dengan upah rendah dan pekerjaan tidak stabil dengan tidak adanya tunjanan atau jaminan social. Banyak perempuan yang menjalankan usaha kecil dengan modal sedikit atau tanpa modal sama sekali yang kebanyakan berkaitan dengan penjualan panganan kecil atau kerajinan buatan tangan sendiri. Karena perempuan dapat menggunakan modal secara lebih produktif dan memulai usaha dengan modal yang lebih sedikit, tingkat pengembalian mereka jauh lebih tinggi daripada laki-laki.
            Untuk mengentaskan perempuan dan anak – anak mereka dari kubangan kemiskinan yang mengenaskan, sangat diperlukan adanya upaya mengintegrasikan perempuan ke dalam arus utama perekonomian. Rencana kebijakan harus memperhatikan keadaan khusus yang dihadapi perempuan, agar perempuan dapat memperoleh manfaat dari pembanguan. Salah satunya dengan cara meniadakan peraturan perundang – undangan yang membatasi hak – hak perempuan untuk memiliki harta benda, melakukan transaksi keuangan, atau membatasi fertilitas mereka. Selain itu, arus dihilangkan juga larangan bagi perempuan untuk mengikuti pelatihan dan layanan teknis yang dilakukan pemerintah. Penyediaan layanan perawatan anak dan keluarga berencana akan meringankan beban reproduksi yang harus dipikul perempuan dan memungkinkan mereka untuk meraih pertisipasi yang lebih besar dalam perekonomian.
Masalah yang Ditimbulkan Kota Raksasa
Rute transpotasi utama di negara-negara berkembang umumnya adalah warisan zaman kolonial. Para ilmuan aliran ketergantungan telah membangdingkan jaringan transportasi kolonial dengan sistem drainase, yang mengedepankan kemudahan pengurasan sumber daya alam negeri jajahan.
Pada pembahasan mengenai masalah yang ditimbulkan kota raksasa, dibahas pula mengenai bias kota utama dan penyebab timbulnya kota raksasa.
·         Bias Kota Utama (first-city bias)
Yaitu, bentuk bias perkotaan yang sering menyebabkan gangguan cukup besar. Kota terbesar atau “tempat utama” suatu negara akan menerima bagian investasi publik dan insentif bagi investasi swasta dalam proporsi lebih besar dibandingkan dengan yang diberikan bagi kota terbesar kedua dan kota-kota lebih kecil lainnya di negara itu. Akibatnya, kota utama memiliki jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi yang jauh lebih besar dan tidak efisien dibandingkan dengan kota-kota lainnya.

·         Penyebab Timbulnya Kota Raksasa
Ada beberapa faktor yang menjadi latar belakang munculnya kota raksasa seperti:
Ø  Akibat dari kombinasi sistem transportasi hub-and-spoke dan lokasi modal politik di kota terbesar
Ø  Budaya politik perburuan rente dan kegagalan pasar modal yang membuat upaya pembangunan pusat-pusat kota baru tidak dapat dilakukan oleh pasar
Ø  Konsekuensi negatif politik ekonomi, menekankan akibat dari industrialisasi substitusi impor dengan proteksi yang sangat ketat
Ø  Konsekunsi dari upaya pemimpin negara diktator untuk tetap berkuasa.
Ø  Faktor ekonomi politik, antara lokasi perusahaan dengan akses yang mudah dengan pejabat pemerintah.
Teori Ekonomi tentang Migrasi Desa-Kota
Laju migrasi desa-kota bisa saja terus berlangsung meskipun telah melebihi laju pertumbuhan kesempatan kerja. Kenyataan ini memliki landasan yang rasional, karenaadanya perbedaan ekspetasi pendapatan yang sangat lebar, yakni para migran pergi kekota untuk meraih tingkat upah lebih tinggi yang nyata. Dengan demikian, lonjakanpenggaruan di perkotaan merupakan akibat yang tidak terhindarkan dari adanyakesempatan ekonomi berupa kesenjangan tingkat upah antara di perdesaan danperkotaan dan ketimpangan itu banyak ditemukan di dunia ketiga.


Terdapat Lima Implikasi kebijakan menurut Todaro
1.         Ketimpangankesempatan kerja antara kota dan desa harus dikurangi. Karena para imigran diasumsikan tanggap terhadap adanya selisih-selisih pendapatan, maka ketimpangan kesempatan ekonomi antara segenap sektor perkotaan dan pedesaan harus dikurangi.
2.         Pemecahan masalah penggaruan tidak cukup hanya dengan menciptakanlapangan pekerjaan di kota. Pemecahan masalah pengangguran di perkotaan yangdilakukan menurut saran-saran ilmu ekonomi Keynesian atau tradisional (yaitu, melaluipenciptaan lebih banyak lapangan kerja disektor modern perkotaan tanpa harus meningkatkan penghasilan dan kesempatan kerja di pedesaan dalam waktubersamaan.
3.         Pengembangan pendidikan yang berlebihan dapat mengakibatkan migrasi dan pengangguran. Model Todaro juga memiliki implikasi kebijakan penting untuk mencegah invetasi di bidang pendidikan yang berlebihan, terutama pendidikan tinggi.
4.         Pemberian subsidi upah dan penentuan harga faktor produksitradisional (tenaga kerja) justru menurunkan produktivitas.
5.     Program pembangunan desa secara terpadu harus dipacu. Setiap kebijakan yang hanyaditujukan untuk memenuhi sisi permintaan kesempatan kerja di kota, seperti subsidi upah, rekrutmen pegawai lembaga-lembaga pemerintah, penghapusan distorsi harga-harga faktor produksi dan penyediaan insentif perpajakan bagi para majikan, dalam jangka panjang ternyata tidak begitu efektif untuk meniadakan atau menanggulangimasalah pengangguran.
Strategi Komprehensif untuk menanggulangi persoalan migrasi dan kesempatan kerja:
1.     Penciptaan keseimbangan ekonomi yang memadahi antara desa dan kota
2.     Perluasan industri-industri kecil yang padat karya
3.     Penghapusan distorsi harga faktor-faktor produksi
4.     Pemilihan tekhnologi padat karya yang tepat
5.     Pengubahan keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja
6.     Pengurangan laju pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut dan perbaikan distribusi pendapatan
7.     Mendestralisasikan kewenangan ke kota dan daerah sekitarnya
Faktor Pendorong Terjadinya UrbanisasiMenurut Todaro (1985: 75) karakteristik dasar dalam migrasi adalah sebagai berikut :
1. dorongan utama migrasi adalah pertimbangan ekonomi yang rasional terhadap segala keuntungan dan kerugian.
2. keputusan migrasi lebih bergantung kepada harapan daripada perbedaan upah riil sesungguhnya yangterdapat di desa dan kota.
3. kemungkinan seseorang mendapatkan pekerjaan di kota, berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran yang terdapat di kota itu.
4. tingkat migrasi melebihi tingkat pertumbuhan lapangan kerja di kota adalah suatu hal yang logis.
5. keterbatasan fasilitas di desa.
Selain itu ada juga faktor-faktor yang mendorong terjadinya urbanisasi khususnya di Indonesia, faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
1. Lahan pertanian yang semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5. Diusir dari desa asal
6. Didak tersedianya sekolah yang memadai di desa.
1.   Pada dua dasawarsa yang akan datang masalah gelombang urbanisasi yang cepat menjadi topik kebijakan kependudukan yang lebih penting daripada upaya menghambat laju pertumbuhan penduduk di negara-negara Dunia Ketiga karena adanya dampak negatif dari migrasi yaitu memperburuk keseimbangan stuktural antara desa dan kota secara langsung. Dan pada kenyataannya, dampak negatif yang ditimbulkan oleh migrasi terhadap proses pembangunan ternyata lebih luas daripada sekedar memperburuk kondisi maupun tingkat pengangguran di perkotaan, baik secara terbuka atau terselubung dan sesungguhnya migrasi membawa implikasi negatif yang yang selalu ditimbulkannya terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dan upaya-upaya pembangunan secara keseluruhan, terutama yang termanifestasikan dari proses terus memburuknya distribusi pendapatan atau hasil-hasil pembangunan sehingga topik masalah gelombang urbanisasi yang cepat lebih penting guna memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang mana dengan pertumbuhan ekonomi yang baik akan membawa pengaruh pada pertumbuhan penduduk di negara-negara Dunia Ketiga.

SUMBER : Todaro, Michael P. and Smith, Stephen C. (2009). Economic Development. Ninth Edition. Harlow. Addison-Wesley.

0 komentar:

Posting Komentar