Sabtu, 19 Januari 2013



ASURANSI KESEHATAN
“Evaluasi Kinerja Program Jaminan kesehatan Masyarakat di D.I. Yogyakarta”

I.            ABSTRAKSI
            Kesehatan adalah salah satu barang publik yang selayaknya dimiliki oleh setiap bagian terkecil dari masyarakat, di belahan dunia manapun; termasuk di Indonesia. Jaminan Kesehatan Masyarakat, biasa disingkat Jamkesmas, merupakan pengejawantahan yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat –terutama yang miskin– akan kesehatan dan pengobatan yang layak. Sebagai implementasi dari kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat, perlu dikritisi apakah Jamkesmas memang telah memenuhi harapan dan kebutuhan dari masyarakat miskin atau tidak. Kali ini, dalam rangka memenuhi tugas dari mata kuliah Ekonomika Publik, kami mencoba untuk mengevaluasi pelaksanaan Jamkesmas, khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


II.            PENDAHULUAN
Dasar Teori
Pemerintah memiliki peran besar dalam asuransi kesehatan. Pemerintah melisensi tenaga kerja kesehatan, memantau pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat, mempunyai beberapa rumah sakit, menyeponsori riset dalam rangka mencegah wabah penyakit, menyelenggarakan imunisasi bagi balita, dan juga mensubsidi asuransi kesehatan.
Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya
kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat (Azrul A, 1996).
Dari pengertian di atas tampak ada dua sudut pandang ditinjau dari :
1.      Penyelenggara pelayanan kesehatan (provider) yaitu besarnya dana untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasi serta dana
operasional.
2.      Pemakai jasa pelayanan yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk dapat
memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
Adanya sektor pemerintah dan sektor swasta dalam penyelenggaraan
kesehatan sangat mempengaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu negara.
Total biaya dari sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang
dikeluarkan oleh pemakai jasa (income pemerintah), tapi dari besarnya dana yang
dikeluarkan oleh pemerintah (expence) untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
Total biaya kesehatan adalah penjumlahan biaya dari sektor pemerintah
dengan besarnya dana yang dikeluarkan pemakai jasa pelayanan untuk sektor
swasta.
Dalam membicarakan pembiayaan kesehatan yang penting adalah
bagaimana memanfaatkan biaya tersebut secara efektif dan efisien baik ditinjau
dari aspek ekonomi maupun sosial dengan tujuan dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat yang membutuhkan. Dengan demikian suatu pembiayaan kesehatan
dikatakan baik, bila jumlahnya mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan dengan penyebaran dana sesuai kebutuhan serta
pemanfaatan yang diatur secara seksama, sehingga tidak terjadi peningkatan biaya
yang berlebihan.

Dilihat dari pembagian pelayanan kesehatan, biaya kesehatan dibedakan
atas :
1.      Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kedokteran, tujuan utamanya lebih ke arah
pengobatan dan pemulihan dengan sumber dana dari sektor pemerintah
maupun swasta.
2.      Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya untuk menyelenggarakan
dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat, tujuan utamanya
lebih ke arah peningkatan kesehatan dan pencegahan dengan sumber dana
terutama dari sektor pemerintah.

3. Sumber Biaya Kesehatan
Pelayanan kesehatan dibiayai dari berbagai sumber, yaitu :
1.      Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan
kabupaten/kota) dengan dana berasal dari pajak (umum dan penjualan), deficit
financial (pinjaman luar negeri) serta asuransi sosial.
2.      Swasta, dengan sumber dana dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta,
sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help.
4. Hubungan Pembiayaan dengan Derajat Kesehatan
Hubungan pembiayaan dengan derajat kesehatan tidak selalu berbanding
lurus, sangat tergantung dari pembiayaan khususnya yang berkaitan erat dengan
pengendalian biaya. Contohnya: Amerika Serikat yang pengeluaran untuk
kesehatannya paling tinggi (13,7% GNP) pada tahun 1997 (WHO Report 2000),
derajat kesehatannya yang dilihat dari indikator umur harapan hidup didapatkan
10. Untuk laki-laki 73,8 tahun dan wanita 79,7 tahun. Keadaan ini lebih rendah
daripada Jepang (umur harapan hidup laki-laki 77,6 tahun dan wanita 84,3 tahun)
yang pengeluaran kesehatannya lebih kecil (7% GNP). Hal ini menunjukkan pembiayaan kesehatan di Amerika kurang efisien, yang mungkin terjadi karena sistem pembiayaan kesehatannya sangat berorientasi pasar dengan pembayaran langsung oleh pasien (out of pocket) relatif tinggi yaitu kurang lebih 1/3 dari seluruh pengeluaran pelayanan kesehatan (Murti B, 2000). Keadaan ini terjadi juga di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. yang paling terpengaruh oleh peningkatan biaya pelayanan kesehatan adalah aksesitas
terhadap pelayanan kesehatan. Dengan pembiayaan langsung, bukan hanya masyarakat miskin, tetapi orang yang mengalami sakit pada saat tidak mempunyai uang pun tidak dapat akses terhadap pelayanan kesehatan. Salah satu cara pembiayaan yang merupakan pengendalian biaya, sehingga meningkatkan aksesitas terhadap pelayanan kesehatan adalah dengan asuransi.
Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Tahun 1948 (Indonesia ikut menandatanganinya) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga Negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang tersebut, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang. JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial. Pelaksanaan program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif.
Pelaksanaan program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan masa transisi sampai dengan diserahkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai UU SJSN. Diharapkan program Jamkesmas ini semakin mendekati tujuannya yaitu meningkatkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentu akan tercapai melalui penyelenggaraan program Jamkesmas yang transparan, akuntabel, efisien dan efektif menuju good governance.

           Pelaksanaan Program Jaminan kesehatan masyarakat dinilai belum optimal. Masih banyak kendala dan masalah yang dihadapi dalam prakteknya, diantaranya aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan, menejemen program, maupun evaluasinya. Oleh karena itu, kami akan mengangkat beberapa masalah terkait dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat.
          

III.            RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa masalah kepesertaan Program Jamkesmas di Yogyakarta. Ketidaktepatan sasaran peserta menjadi masalah utama pada aspek kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Yogyakarta.  Masih banyak masyarakat miskin belum mendapat kartu jaminan kesehatan padahal mereka termasuk dalam kriteria miskin dalam SK Bupati/Walikota. Di sisi lain, masyarakat yang tidak termasuk kriteria miskin memperoleh kartu jaminan kesehatan karena pendataan yang dilakukan tidak menggunakan instrumen BPS melainkan memanfaatkan prioritas hubungan kedekatan tertentu. Instansi yang mengurusi kepesertaan sering mengeluarkan Surat Keterangan Miskin (SKM) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan mudah dan loyal kepada masyarakat yang tidak memenihi kriteria masyarakat miskin. Hal yang paling krusial yang menyebabkan ketidaktepatan sasaran peserta adalah kedinamisan status miskin di masyarakat yang terus mengalami perubahan. Updating data yang dilakukan kabupaten/kota pada tahun berjalan belum dapat memperbaiki kepesertaan Jamkesmas tahun sebelumnya.
 Dalam pelaksanaannya, banyak indikasi adanya peserta ‘nakal’ yang memanfaatkan kepesertaan Jamkesmasnya. Mereka menginginkan pelayanan dan obat yang lebih baik. Saat berobat ke PPK mereka tidak menunjukkan Kartu Peserta Jamkesmas dan meminta pelayanan yang lebih baik, namun ketika proses pembayaran mereka menunjukkan kartu peserta Jamkesmas  dan mengajukan klaim.
Terhambatnya distribusi kartu peserta Jamkesmas juga menjadi masalah kepesertaan Jamkesmas di D.I. Yogyakarta. Sebagian kartu peserta tidak didistribusikan oleh aparat desa sehingga masyarakat itu tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan yang menjadi hak nya. Penyerahan kartu peserta juga seringkali terlambat, sehingga ada gangguan saat peserta membutuhkan pelayanan di Pusat Pelayanan Kesehatan (PPK) menjadi terganggu. Pada kartu Jamkesmas tidak tertulis masa berlaku sehingga peserta sering berobat ke Pusat Pelayanan Kesehatan dengan menggunakan kartu lama. Kekeliruan pengetikan nama dan alamat peserta juga menyulitkan peserta karena mereka harus melakukan perbaikan kartu di kantor PT Askes.
Data menjadi hal paling esensial dalam terciptanya pengorganisasian Jamkesmas yang baik. Beberapa masalah seperti laporan dari kabupaten/kota yang belum sempurna, komitmen pimpinan yang belum maksimal, sistem informasi yang masih terpisah-pisah, dan belum terciptanya kesamaan persepsi antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota masih menjadi hambatan akan terciptanya pengorganisasian Jamkesmas yang baik.
Dari beberapa masalah yang ada dalam JAMKESMAS, seperti tools yang belum lengkap hingga moral hazard masyarakat yang memang maunya “di cap miskin”. Dari sekian banyak masalah, yang paling dasar yaitu penyediaan tools. Karena masalah tersebut adalah sumber dari permasalahan yang ada di jamkesmas. Dan evaluasi yang baik itu apa saja?
Evaluasi untuk kedepan yaitu: depkes, dan Dinsos bekerja sama untuk memanfaatkan e-ktp yang berguna untuk memperbaiki pendataan masyarakat yqang termasuk golongan tidak mampu. Karena dalam pendaatan masyarakat yang menggunakan e-ktp dapat memperjelas siapa saja yang berhak mendapatkan hak-nya dalam askeskin


                                       BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

A.   ASPEK PENGORGANISASIAN

Pengorganisasian di Jamkesmas di Provinsi D.I.Y mengalami beberapa kendala, diantaranya:
1.      Laporan Jamkesmas dari kab/kota sering terlambat dan tidak lengkap yang sesuai dengan Manlak Jamkesmas 2009 yang disebabkan petugas pengelola laporan Jamkesmas di Puskesmas dan Rumah Sakit rangkap tugas karena menyusun laporan merupakan tugas sampingan sehingga laporan dari Puskesmas maupun Rumah Sakit sering terlambat.
Hal ini telah ditindak lanjuti dengan koordinasi pengelola laporan Jamkesmas kab/kota dengan menyepakati form laporan, tanggal pelaporan dari pimpinan.
2.      Data maupun laporan belum menjadi kegiatan prioritas yang menyebabkan tidak I dialokasikannya anggaran untuk pengumpulan data, croscek data, validasi data, pemutakhiran data Rumah Sakit maupun Puskesmas baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
3.      Belum dibangunnnya Manajemen Sistem Informasi yang terintegrasi untuk pelaporan Jamkesmas dari pelayanan tingkat dasar (Puskesmas), Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten sampai dengan Dinas Kesehatan Provinsi, maupun P2JK Kementerian Kesehatan RI sehingga pelaporan belum bisa cepat, tepat waktu, akurat dan sesuai kebutuhan.
4.      Belum adanya satu kesamaan persepsi data kepesertaan jaminan kesehatan (Jamkesmas, Jamkesos, dan Jamkesda) sehingga terjadi overlapping kepesertaan (Hasil Survei Jamkes Tahun 2009)


Solusi yang diperlukan untuk bisa mendobrak stagnansi pengorganisasian Jamkesmas:
1.      Perlu dibangun manajemen sistem informasi yang terintegrasi dari Pelayanan tingkat dasar (yang dilakukan Puskesmas), rumah sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten, Diaas Kesehatan Provisi dan P2JK Kementerian Kesehatan RI, minimal sampai di Dinas Kesehatan Provinsi sehingga pelaporan lebih cepat, tepat waktu sesuai kebutuhan, dan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
2.      Perlu komitmen pimpinan di Rumah Sakit dan Puskesmas sehingga dialokasikan anggaran (honor) bagi petugas pelaporan Jamkesmas di Puskesmas maupun rumah sakit.

B.   ASPEK  PENDANAAN
Pada aspek pendanaan, Kementerian Kesehatan melalui Tim Pengelola Jamkesmas terus melakukan upaya perbaikan mekanisme pertanggungjawaban dana Jamkesmas, agar dana yang dikirimkan sebagai uang muka kepada fasilitas kesehatan dapat segera dipertanggungjawabkan secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, akuntabel, efisien dan efektif.
Dana Pelayanan Jamkesmas bersumber dari APBN sector Kesehatan dan APBD. Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di daerah masing- masing meliputi:
  1. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak masuk dalam pertanggungan kepesertaan Jamkesmas.
  2. Biaya transportasi rujukan dari rumah sakit yang merujuk ke pelayanan kesehatan lanjutan serta biaya pemulangan pasien menjadi tanggungjawab Pemda asal pasien.
  3. Biaya transportasi petugas pendamping pasien yang dirujuk.
  4. Dukungan biaya operasional manajemen Tim Koordinasi dan Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi/Kabupaten/Kota.
  5. Biaya lain-lain di luar pelayanan kesehatan, sesuai dengan spesifik daerah dapat dilakukan oleh daerahnya.
Alokasi Anggaran Program Jamkesmas, 2005 sd 2010

2005, APBN à SM I 1 T. APBNP à 1,232 T
2006, APBN à 2,5 T,  SISA 2005 1,1 T
2007, APBN à 2,7 T, Sis 2006 : 0,1 T / Efisiensi–
Relokasi  1 T, dan APBNP 700 M
2008, APBN à 4,6 T, SISA 2007 (-)
2009, APBN à 4,6 T, sisa 2008 (-)
2010, APBN à 5,1 T




Sumber: Departemen Kesehatan RI


Adapun dana Operasional Manajemen Tim Pengelola di Provinsi bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi, sedangkan untuk Tim Pengelola Kabupaten/Kota bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, alur dana Jamkesmas dari Kementrian kesehatan sebagai berikut:

Pendanaan Pelayanan Jamkesmas di Puskesmas DIY
Pembiayaan pelayanan kesehatan ini diarahkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang setinggi-tingginya tanpa mengabaikan terselenggaranya kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengembangan system Pembayaran Jamkesmas yang telah dikembangkan antara lain:
a.       Kapitasi Konsep kapitasi merupakan konsep pemberian imbalan jasa bagi Puskesmas yang diberikan berdasarkan jumlah jiwa yang menjadi tanggungjawab Puskesmas yang telah menjadi peserta Jamkesmas tanpa memperhatikan frekuensi maupun jumlah pelayanan di suatu wilayah. Konsep ini menumbuhkan pelayanan kesehatan yang efisien melalui perubahan orientasi dari orientasi pelayanan kearah preventif serta perencanaan pemberian pelayanan kesehatan yang lebih baik. Hal ini dimungkinkan dengan terbukanya insentif keuangan pada Puskesmas,  apabila terjadi efisiensi pelayanan, sedangkan kekhawatiran penurunan kualitas pelayanan dapat dicegah melalui hubungan pasien dengan dokter yang lebih baik.







REALISASI KLAIM PUSKESMAS TAHUN 2010

No
Sisa Dana TahunLalu
Total Dana PelkesTahun 2010
BiayaPelkes yang DikeluarkanBulanini
BiayaPelkes yang telahDikeluarkanBulanini


1
Kota Yogyakarta
Rp787,884,006
Rp85,791,625
Rp75,953,1643

2
Bantul
Rp1,656,046,558
Rp1,149,173,562
Rp2,989,679,761

3
Kulonprogo
Rp1,454,201,000
Rp327,684,411
Rp1,718,176,326

4
Gunungkidul
Rp1,453,770,000
Rp12,980,000
Rp6,510,807,109

5
Sleman
Rp3,115,611,160
Rp66,900,833
Rp1,006,607,353


JUMLAH
Rp8,467,512,724
Rp1,642,530,431
Rp12,984,802,192

Sumber: LaporanJamkesmas s/d Desember 2010





Luncuran dana kapitasi Jamkesmas ke Puskesmas tahun 2010 sebesar Rp.8.467.512.7240.000,- biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas sebesar Rp. 12.984.602.192,- (153,34%). Realisasi lebih besar dari alokasi dana dikarenakan Kota Yogyakarta, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul realisasinya melebihi anggaran yang diterima. Disamping itu Kota Yogyakarta mendapat dana kapitasi untuk pelayanan Jamkesmas di Puskesmas pada akhir awal tahun 2011. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi antara Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat dengan Dinas Kesehatan Masyarakat bahwa kota Yogyakarta masih mempunyai saldo akhir di giro pos sampai dengan akhir Desember 2009 sebesar Rp.985.315.953,- Sehingga tahun 2010 Dinas kesehatan kota tidak mendapat luncuran dana kapitasi Jamkesmas.

b.      Implementasi INA-DRG

Pemberlakuan system pembayarandengan INA-DRG bagi Rumah Sakit Pemerintah yang bekerjasama dengan Program jamkesmas sangat menguntungkan karena:
1)      Tarif INA-DRG lebih tinggi daripada tarif PERDA
Pada kasus tertentu tariff INA-DRG lebih rendah dari tarif PERDA maupun tariff Rumah Sakit Pemerintah, akan tetapi secara keseluruhan tariff INA-DRG lebih tinggi dari tariff PERDA maupun Rumah Sakit Pemerintah Daerah sehinnga Rumah Sakit menerima kelebihan pembayaran dari pemerintah pusat.
2)      Adanya efisiensi LOS pada kasus tertentu yang cukup signifikan
Efisiensi LOS menunjukan adanya efisiensi biaya pelayanan kesehatan. Meskipun terjadi efisiensi biaya, namun mutu pelayanan kesehatan tidak akan berkurang apabila pelayanan kesehatan telah sesuai dengan clinical pathway.
3)      Efisiensi sumber daya
Apabila prosedur pelayanan administrasi ditaati oleh stackholder di Rumah Sakit maka akan terjadi efisiensi waktu dan tenaga, karena system pembayaran INA-DRG telah menggunakan komputerisasi.


Tabel dibawah ini menunjukkan deskripsi efisiensi LOS pada implementasi tariff  INA-DRG di RSUD type C

PENGELUARAN BIAYA TERBESAR, TARIF TERTINGGI DAN EFISIENSI LOS KASUS TERTENTU PADA TARIF INA-DRGPADA RSUD TYPE C


BULAN
PENGELUARAN TERBESAR UNTUK TINDAKAN
TARIF TERTINGGI INA-DRG
LOS



JUMLAH KASUS
TARIF TOTAL
TINDAKAN
TARIF (Rp)
TINDAKAN
LOS INA-DRG
LOS RS
SELISIH LOS

Januari
274
39970298
AM RFV Other non complexchronik condition (235440)
5920901 1 kasus
IM Other Circulatory Sistem Diagnosis/MCC (054243)
608 IM Kidney & Urinary tract Infection (114121)
23
16,92

Februari
403
58788431
IM RFV Other non complex condition (235440)
4746684  1 kasus
IM cranal&peripherialNervedisorder/MCC (014173)
9,6 IP Transurethalprostatecomy (121141)
19
9,4

Sumber: Laporanjamkesmas 2010



Penggunaan system pembayaran INA-DRG disamping banyak kelebihan masih ada juga kekurangannya yaitu:
1.      Pembayaran INA-DRG berdasarkan penetapan kelas Rumah Sakit
Klaim rumah sakit dibayar berdasarkan penetapan kelas Rumah Sakit menyebakan kecenderungan Rumah Sakit terutama Rumah sakit swasta menolak pasien Jamkesmas karena dianggap merugikan Rumah Sakit.
2.      Sejak diterapkannya system pembayaran paket tariff INA-DRG pada seluruh Puskesmas, hampir semua Rumah Sakit yang bekerja sama dengan JAMKESMAS rata-rata klaim dari Rumah Sakitnya belum lancar. Belum lancarnya klaim disebabkan:
a.       Sisa klaim tahun 2009
Sisa klaim Rumah Sakit Tahun 2009 membebani penyelesaian klaim tahun 2010 karena sisa klaim 2009 baru dapat diselesaikan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2010. Sehingga klaim bulan Januari 2010 baru dapat dikerjakan pada September 2010. Adanya sisa klaim tahun 2009 disebabkan implementasi INA-DRG diberlakukan oleh Menkes RI mulai Januari 2009 dan masih menggunakan sistem paket 2008. Sehingga Rumah Sakit perlu menyesuaikan dan kerja keras karena Rumah Sakit dilatih implemetasi INA-DRG bulan Agustus 2009, sehingga menyulitkan Rumah Sakit dalam melakukan entry data ulang dan administrasi klaim secara retrospektif.
b.      Sumber Daya
                                                                    i.            Medis, paramedic, koder, keuangan, dantenaga yang menpunyai kompetensi di bidang IT.
Sumber daya diatas harus terpenuhi dan terjalin hubungan tersinergi antara tenaga medis, paramedic, koder, keuangan, dan  IT untuk mendukung kelancaran klaim.
                                                                  ii.            Hardware & Software
Software INA-DRG terdiridari 3 software yaitu Software INA-DRG, TXt File, template Exel. Sedangkan proses terdiri dari: Entry data, grouping, costing, klaim software lebih praktis dari software yang lama karena bagian keuangan tidak perlu entry ulang nama pasien, nama dokter sehingga lebih cepat pada penggunaan INA-DRG yang lama.
                                                                iii.            Tenaga Verifikator Independen
Berdasarkan surat dari Sekretariat jendral Departemen Kesehatan RI. Nomor.01.01.1.744.2010 tentang Verifikator JAMKESMAS, bahwa penempatan tenaga pelaksana verifikasi tidak berdasarkan 1 verifikator 100 tempat tidur seperti pada awal kebijakan, akan tetapi berdasarkan beban kerja.
3.      Kepastian Penetapan kelas bagi RS
Penetapan kelas bagi Rumah Sakit sangat penting karena tariff INA-DRG dibayar berdasarkan kelas Rumah Sakitnya, Oleh karena itu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien peserta Jamkesmas harus sesuai dengan penetapan kelas Rumah Sakit. Sebagian besar Rumah Sakit yang mengalami kerugian disebabkan Rumah Sakit memberikan pelayanan kepada peserta melebihi kewenangan penetapan kelas Rumah Sakitnya, dan masih banyak Rumah Sakit yang belum memiliki penetapan kelas Rumah Sakit sehingga aktivasi INA-DRG disertakan dengan penetapan kelas Rumah Sakit kelas C atau D dan pembayaran disertakan dengan Rumah Sakit type C maupun type D.
Pembayaran INA-DRG sesuai dengan kelas Rumah Sakit menyebabkan Rumah Sakit terutama Rumah Sakit swasta ada kecenderungan menolak pasien dikarenakan Rumah Sakit merasa dirugikan. Rumah Sakit masih berfikir secara partial dengan melihat kasus yang rugi dan tidak melihat totalitas klaim yang diterima.Karena kerugian satu kasus penyakit dapat ditutup oleh kasus yang lain disamping tindakan rawat jalan.


C.     ASPEK KEPESERTAAN
Pada dasar nya masyarakat yang berhak untuk mendapatkan keanggotaan pada Jamkesmas adalah masyarakat yang termasuk dalam kategori miskin. Kendala yang cukup besar pada pelaksanaan Program Jaminan kesehatan masyarakat berada pada aspek kepesertaan. Hal ini muncul karena tidak tersedianya data yang akurat tentang penduduk miskin di tiap daerah. Seringkali ada perbedaan perhitungan antara BPS, yang dijadikan patokan oleh Departeman Kesehatan, dengan data yang tersedia dari pemerintah daerah, karena adanya perbedaan persepsi dan pendekatan yang digunakan pada proses pendataan. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam penentuan masyarakat  yang berhak mendapatkan pelayanan Jamkesmas.
Selain Jamkesmas, pemerintah di masing-masing daerah juga mengeluarkan beberapa jaminan kesehatan, yang berguna untuk lebih meluaskan sasaran peserta Jamkesmas bagi  masyarakat yang tidak mampu di daerah-daerah dan belum mendapatkan Jamkesmas. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta kini telah mengeluaran apa yang dinamakan dengan Jamkesos (jaminan Kesehatan Sosial) yang dananya berasal dari dana APBD I Provinsi DIY. Selain itu kabupaten dan kota di Provinsi D.I. Yogyakarta juga menyelenggarakan Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) yang sumber dananya sendiri berasal dari APBD II.        

1.      Mekanisme Alur Kepesertaan Jamkesmas

Untuk menunjang pelaksanaan Jamkesmas, pemerintah pusat bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survey ke seluruh daerah di Indonesia untuk mendapatkan laporan-laporan mengenai jumlah warga miskin yang nantinya berhak mendapatkan Jamkesmas melalui pemerintahan daerah masing-masing. Adapun syarat kepesertaan Jamkesmas, antara lain sebagai berikut :
1.      Peserta yang memiliki kartu :
a.       Peserta sesuai SK Bupati/ Walikota.
b.      Penghuni Panti-panti sosial.
c.       Korban bencana pasca tanggap darurat.
2.      Peserta yang tidak memiliki kartu, terdiri dari :
a.       Gelandangan, Pengemis, anak terlantar pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi dari Dinas Sosial setempat.
b.      Penghuni lapas dan rutan pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi kepada Lapas/ Rutan.
c.       Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan kartu PKH.
d.      Bayi dan anak yang lahir dari pasangan peserta Jamkesmas setelah terbitnya SK Bupati/ Walikota dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan Akte Kelahiran / Surat Kenal Lahir / Surat keterangan Lahir / Pernyataan dari Tenaga Kesehatan / Kartu Jamkesmas orangtua dan Kartu Keluarga orangtuanya.
3.      Bila terjadi kehilangan kartu, peserta melapor ke kepolisian selanjutnya diserahkan ke PT. Askes (Persero) dilakukan pengecekan data base kepesertaannya dan PT. Askes (Persero) akan menerbitkan surat keterangan yang bersangkutan sebagai peserta.
4.      Bagi peserta yang telah meninggal dunia, maka haknya hilang dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain.
5.      Penyalahgunaan terhadap hak kepesertaan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber : Buku Saku “Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkeesos)”, Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh pemerintah hingga Jamkesmas ini bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Awalnya, BPS melakukan survey mengenai penduduk miskin di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian data tersebut disalurkan ke Kementerian Kesehatan RI dan institusi-institusi yang berwenang untuk ditindak lanjuti. Di daerah, pemerintahan daerah dari Bupati/ Walikota hingga RT/RW saling bekerja sama untuk mendapatkan rekomendasi siapa saja warga di daerahnya yang masuk dalam kategori miskin. Data yang didapatkan dari RT/RW ini dikumpulkan pada Data Dinas Sosial, yang kemudian diolah dan diseleksi oleh Pemerintah Daerah setempat supaya laporan mengenai jumlah warga miskin ini bisa valid serta tepat sasaran. Lalu, data yang berada di derah tadi disingkronisasikan pada data awal BPS di Kementerian Kesehatan RI dan institusi yang berwenang.
Tabel 1
Jumlah Penduduk yang dijamin Jamkesmas Tahun 2011
Di Provinsi D.I. Yogyakarta
(Berdasarkan Data BPS tahun 2008)
Jumlah Penduduk Dijamin Jamkesmas
Tahun 2008 – 2010
( Data BPS 2005)
Jumlah Penduduk Dijamin Jamkesmas
Tahun 2011
( Data BPS 2008)
Selisih Jumlah Penduduk Tidak Dijamin Jamkesmas Tahun 2011
Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Jiwa
Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Jiwa
Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Jiwa
275.110
942.129
201.629
591.144
73.482
350.985
Sumber : Data Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta 2010
Berdasarkan Data BPS tersebut, pemerintah Kabupaten/ Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta telah melakukan validasi data dan ternyata masih banyak ditemukan data yang belum tepat sasaran.


Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan RI nerdasarkan putusan Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI tertanggal 11 Oktober 2010 No. JP.01.01/X/1338/2010 perihal kepesertaan Jamkesmas tahun 2010-2011 melalui sub-bab II tentang kebijakan data kepesertaan Jamkesmas 2011, antara lain sbb:
1.      Jumlah kuota data sasaran Jamkesmas 2011 adalah sama dengan jumlah kuota tahun 2010
2.      Data kepesertaan tahun 2011 didasarkan atas :
a.       Masyarakat miskin sesuai dengan data BPS 2008 yang sudah berdasarkan nama dan alamat yang jelas (by name by address)
b.      Apabila daerah masih memiliki sisa kuota (setelah dikurangi kuota data BPS 2008 untuk daerah tersebut) maka daerah dapat menetapkan sendiri data sasaran by name by adress dengan beberapa ketentuan.
3.      Data kepesertaan Jamkesmas 2011 berdasarkan point (2) di atas ditetapkan melalui SK Bupati/ Walikota.
4.      Berdasarkan SK Bupati/ Walikota tersebut, Kementerian Kesehatan akan melakukan pencetakan kartu peserta untuk program Jamkesmas 2011. Untuk itu diharapkan kepada Bupati/ Walikota untuk segera mengirimkan SK Bupati/ Walikota ke Kementerian Kesehatan RI disertai dengan soft copy (CD) selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2010.
Dari surat diatas, maka dikeluarkanlah surat Kepala Dinas Provinsi D.I. Yogyakarta yang ditujukan ke Bupati/ Walikota perihal tata pelaksanaan kepesertaan di daerah. Tata laksana kepesertaan sesuai pedoman pelaksanaan Jamkesmas 2010 adalah sebagai berikut:
1.      Apabila masih ada yang miskin diluar kuota yang ada (bagi peserta luar kuota yang menggunakan SKTM) tetap menjadi tanggungan Pemda.
2.      Perhatian khusus kepada peserta Jamkesmas yang belum masuk database seperti, bayi baru lahir dari keluarga miskin, anak terlantar/ gelandangan/ pengemis (rekomendasi Dinas Sosial), peserta Program Keluarga Harapan (PKH).
3.      Masyarakat miskin penghuni Lapas/ Rutan dengan melampirkan surat keterangan dari kepala Rutan/ kepala Lapas setempat.
4.      Masyarakat miskin penghuni panti – panti soaial melalui Surat Keputusan Dinas/ Institusi sosial Kabupaten/ Kota setempat, selanjutnya Kementerian Kesehatan akan segera membuatkan kartu Jamkesmas.
5.      Masyarakat miskin akibat bencana pasca tanggap darurat sebagaimana yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
6.      Untuk semua kepesertaan di atas, SKP diterbitkan petugas PT. Askes (Persero).

Sumber : Data Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta 2010
Tabel 2 :
Peserta Jamkesmas Tahun 2011
Di Provinsi D.I. Yogyakarta
(Berdasarakan Data BPS Tahun 2008)

No.
Kabupaten / Kota
Data BPS 2008
Kuota Peserta Jamkesmas 2011 (jiwa)
1.
Kota Yogyakarta
35. 179
68.456
2.
Kab. Bantul
134.195
222.987
3.
Kab. Kulonprogo
91.443
141.893
4.
Kab. Gunung Kidul
229.423
340.635
5.
Kab. Sleman
100.904
168.158

Total
591.144
942.129

            Sumber : Data Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta 2010
Sumber : Diolah Data Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta 2010
Instansi yang ditunjuk Bupati/ Walikota yang mengurusi kepesertaan di Kabupaten/ Kota:
1.      Kota Yogyakarta : Dinas Sosial Nakertrans.
2.      Kabupaten Bantul : Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKK, PP, dan KB).
3.      Kabupaten Kulonprogo : Badan Administrasi Kesra dan Kemasyarakatan Pemda Kabupaten Kulon Progo.
4.      Kabupaten Gunung Kidul : Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemda Kab. Gunung Kidul
5.      Kabupaten Sleman : Dinas Tenaga Kerja dan Sosial
BPS mensyaratkan beberapa kriteria mengenai masyarakat miskin yang berhak mendapatkan Jamkesmas nantinya. Kriteria Jamkesmas menurut BPS pada tahun 2005 yang kami dapatkan dari Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta meliputi:
·         Luas lantai rumah per anggota keluarga    : kurang dari 8 m2
·         Jenis lantai rumah                                      : tah/ papan/ dengan kualitas rendah
·         Dinding rumah terbuat dari                       : bambu, papan kualitas rendah
·         Lamban                                                     : tidak punya
·         Sumber air                                                 : bukan air bersih
·         Penerangan                                                : Bukan listrik
·         Bahan bakar                                              : Dari kayu arang
·         Frekuensi makan dalam sehari                  : kurang dari 2x
·         Makan daging/ ayam/ susu                        : tidak ada
·         Kemampuan membeli pakaian                  : tidak ada
Bagi ART
·         Berobat ke Puskesmas                               : Tidak ada
·         Pekerjaan                                                   : Petani gurem, nelayan, kebun
·         Kepala Rumah Tangga                              : tidak tamat SD
·         Aset < Rp. 500.000,-                                 : tidak ada
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta
Semuanya kriteria diatas harus dipenuhi. Selain itu, prasyarat yang ditetapkan oleh BPS ini selalu di update untuk mempermudah cakupan masyarakat miskin untuk mendapatkan Jamkesmas. Yang perlu ditegaskan lagi adalah, calon peserta Jamkesmas tidak bisa mengurus kartu Jamkesmas-nya sendiri karena yang memiliki kewenangan hanya BPS.
Setelah BPS melakukan pendataan, kemudian BPS mengajukan laporannya kepada Kementerian Kesehatan RI. Penyaluran dana Jamkesmas lalu di salurkan ke beberapa kali tiap tahunnya dari Kemenkes langsung ke rekening Direktur Rumah Sakit yang telah bekerjasama dengan program Jamkesmas di daerah-daerah. Hal ini dilakukan untuk menjaga dana penyaluran program Jamkesmas supaya menghindari penyelewengan dana di tingkat pemerintahan daerah.
PT. Askes (Persero) dalam program Jamkesmas bertugas melaksanakan verifikasi kepesertaan dengan mencocokkan kartu Jamkesmas dari peserta yang berobat dengan data base kepesertaan untuk selanjutnya diterbitkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) terhadap peserta yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut. Dalam verifikasi kepesertaan perlu dilengkapi dengan dokumen berupa Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk pembuktian kebenaran bahwa yang bersangkutan merupakan penerima Jamkesmas.
Kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota Yogyakarta untuk kepesertaan Jaminan Kesehatan Tahun 2010 adalah peta masyarakat miskin dari data kepesertaan Jamkesmas Tahun 2009. Masyarakat miskin mula-mula dimasukkan dalam kepesertaan Jamkesmas (Jamkes Program Pemerintah Pusat), apabila masih ada masyarakat miskin yang belum masuk Jamkesmas maka dimasukkan menjadi peserta Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos) Provinsi DIY (Program pemerintah daerah D.I. Yogyakarta). Apabila masih ada selisih masyarakat miskinnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kab/ Kota melalui mekanisme Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

2.      Permasalahan Kepesertaan

Masih banyak permasalahan yang ditemukan dalam kepesertaan Jamkesmas di D.I. Yogyakarta. Tidak adanya data yang akurat menjadi masalah utama kepesertaan Jamkesmas. Pemerintah daerah seringkali tidak mampu memberikan data akurat tentang masyarakat miskin di daerahnya, sehingga sering ada pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat yang bukan berasal dari golongan miskin guna memanipulasi data yang ada. Kesalahan fatal ini menyebabkan ketidaktepatan sasaran program Jamkesmas. Kasus yang muncul di lapangan misalnya, ketika masyarakat oportunis tadi, bukan termasuk masyarakat miskin, mendaftarkan diri sebagai orang miskin dan memperoleh Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) agar dapat menikmati layanan Jamkesmas. Aparat desa setempat juga mempermudah dan menjembatani masyarakat non miskin ini dalam penerbitan Surat Keterangan Miskin (SKM) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Sehingga jumlah peserta Jamkesmas meningkat, melebihi yang seharusnya dan menyebabkan beban anggaran Pemerintah yang dialokasikan mengalami pembengkakan.
 Tidak bisa dipungkiri masih banyak praktik-praktik nakal peserta program Jamkesmas sendiri.
Permasalahan lainnya adalah banyak ditemui peserta/pasien Jamkesmas yang berbuat “nakal.” Pada saat akan berobat di Rumah Sakit, peserta Jamkesmas seringkali tidak menunjukkan kartu kepesertaan Jamkesmas. Alasan yang diungkapkan oleh pasien tersebut adalah tidak mau untuk diinapkan di ruangan Kelas III (sesuai standard Jamkesmas), melainkan di ruangan kelas I atau kelas II. Ini menimbulkan permasalahan ketika ternyata biaya berobat di Rumah Sakit membengkak dan pasien Jamkesmas “nakal” ini tidak bisa melunasi administrasi pembayarannya. Pasien tidak bisa melakukan protes ke Dinas Kesehatan setempat tentang masalah tersebut. Karena hal tersebut murni kesalahan pasien Jamkesmas yang bersangkutan.
Masalah lain tentang kepesertan Jamkesmas ialah belum semua penduduk yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dari Jamkesmas memiliki kartu peserta sehingga tidak dapat memperoleh kemudahan dalam pengobatan atau kesehatan.  Sistem verifikasi pendaftaran untuk penambahann anggota keluarga yang baru lahir dan pengurangan peserta yang telah meninggal juga sulit dilakukan.
Terhambatnya distribusi kartu peserta Jamkesmas menjadi masalah yang penting dibahas dalam aspek kepesertaan Jamkesmas. Sebagian kartu peserta terlambat bahkan tidak didistribusikan oleh aparat desa sehingga masyarakat itu tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan yang menjadi hak nya. Penyerahan kartu peserta yang seringkali terlambat, sehingga ada gangguan saat peserta membutuhkan pelayanan di Pusat Pelayanan Kesehatan (PPK) menjadi terganggu. Pada kartu Jamkesmas tidak tertulis masa berlaku sehingga peserta sering berobat ke Pusat Pelayanan Kesehatan dengan menggunakan kartu lama. Ketika peserta menggunakan kartu peserta yang belum diperbaharui maka pelayanan yang dibutuhkan akan meningkat dan terjadi mismatch data peserta yang mutahir dengan realisasi peserta yang mendapatkan layanan kesehatan. Kekeliruan pengetikan nama dan alamat peserta juga menyulitkan peserta karena mereka harus melakukan perbaikan kartu di kantor PT Askes.

3.      Solusi
Untuk Ketidaktepatan Sasaran Peserta, Dinas Kesehatan Yogyakarta harus memperbaiki sistem pendataan dan pengawasan peserta Jamkesmas. Selain itu kinerja Jamkessos dan Jamkesda juga harus dioptimalkan agar dapat memperluas cakupan peserta (masyarakat miskin).
Hambatan Distribusi dan konten Kartu Peserta, sosialisasi hak dan kewajiban peserta Jamkesmas harus dikaembangkan dan lebih sering dilakukan. Masa berlaku kartu peserta perlu dicantumkan agar tidak ada kesulitan dalam pelayanan di tempat pelayanan kesehatan. Peningkatkan controling  saat pembuatan kartu peserta dan meningkatkan proses pelayanan.

























D.    Aspek Pelayanan
Urgensi dari Jamkesmas adalah dalam hal pelayanannya. Pelayanan kesehatan sangat menentukan dalam tolak ukur tingkat keberhasilan Jamkesmas itu sendiri.
Prosedur Pelayanan
1.      Pelayanan Kesehatan Dasar
a.       Dilaksanakan di Puskesmas dan jaringannya.
b.      Bila menurut indikasi medis peserta memerlukan pelayanan pada tingakt lanjut, maka Puskesmas dapat merujuk peserta ke Pemberi Pelayanan Kesehatan ( PPK) lanjutan.

2.      Pelayanan Tingkat Lanjut
a.       Pelayanan diberikan berdasarkan rujukan dari Puskesmas dan jaringannya.
b.      Pelayanan tingkat lanjut meliputi :
-          Pelayanan rawat jalan lanjutan yang dilakukan pada Balkesmas  bersifat pasif (dalamn gedung) sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) penerima rujukan. Pelayanan Balkesmas yang ditanggung oleh program Jamkesmas adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam gedung.
-          Pelayanan rawat inap bagi peserta diberikan di kelas III (tiga) di Rumah Sakit.
-          Pelayanan obat-obatan dan alat/bahan medis habis pakai.
-          Pelayanan rujukan specimen dan penumpang diagnostik lainnya.
3.      Pelayanan Gawat Darurat
Peserta Jamkesmas dalam keadaan gawat darurat wajib ditangani langsung tanpa diperlukan rujukan. Apabila setelah penanganan kegawatdaruratannya peserta belum melengkapi identitasnya, maka yang bersangkutan diberi waktu 2x24 jam hari kerja untuk melengkapi identitasnya yakni kartu peserta disertai Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).






Alur Pelayanan Kesehatan Peserta Jamkesmas

Peserta
Loket Pendaftaran Puskesmas
 

Pelayanan
Kesehatan
               
RJTL
Pelayanan                     Kesehatan       
SKP dikeluarkan PT.Askes
                   → pulang
RITL
RS                              
(PPATRS)
            └>                                    
     Rujukan
                                                                                                                                 
Pelayanan Kesehatan
 
Verifikasi Kepesertaan                                                                                 Pulang
                                  
Data Base Kepesertaan (Petugas PT.Askes
                                                          
IGD
 


                                                                                    Kasus Gawat                                                                                                                        Darurat
                                                                                                                        Peserta
Keterangan :
PPATRS         : Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit
SKP                 : Surat Keabsahan Peserta
RJTL               : Rawat Jalan Tingkat Lanjut
RITL               : Rawat Inap Tingkat Lanjut
IGD                 : Instalasi Gawat Darurat
Alur Pelayanan Kesehatan Berjenjang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Di Puskesmas Dan Rumah Sakit
Dokter Spesialis
PUSKESMAS /DOKTER KELUARGA
                                    

Pemeriksaan
Anak sakit
           
Penelitian
Apotek/Farmasi Rumah Sakit
RUMAH SAKIT
                                                         
GAWAT DARURAT






PPK III
Alur Pelayanan Rujukan Berjenjang

PPK I
PPK II
 







Keterangan : 1. Untuk berobat di rumah sakit harus melalui rujukan dari Puskesmas,   kecuali gawat darurat. Kondisi gawat darurat yang dimaksud antara lain :
-  Pendarahan hebat
-  Batuk darah hebat
-  Sesak napas berat
-  Tidak sadarkan diri/pingsan
-  Kejang
-  Nyeri perut terus-menerus
-  Muntah dan buang air besar terus menerus.
2. Peserta dirawat inap kelas III dengan obat generic
3.Untuk kasus kecelakaan lalu lintas, peserta mengurus penggantian biaya/klaim ken PT.Jasa Raharja terlebih dahulu.  




Apabila pasien dari Puskemas di rujuk ke Rumah Sakit (RS) agar membawa :
1.      Kartu Jamkesmas, Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Rekomendasi Dinas Sosial, Rekomendasi Kepala LAPAS/Rutan, Surat keterangan dari PT.Askes(Persero) bagi bayi baru lahir dari pasangan peserta Jamkesmas asli dan foto copy.
2.      Kartu Tanda Penduduk (KTP)asli dan foto copy
3.      Kartu Keluarga (C1) asli dan foto copy
4.      Surat Rujukan dari Puskesma asli dan foto copy

Manfaat
1.      Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Jaringannya
a.       Rawat Jalan Tingkat Pertama (RTJP),dilaksanakan pada Puskemas dan Jaringannya, meliputi :
1)      Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan.
2)      Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses, rutin).
3)      Tindakan medis kecil.
4)      Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal.
5)      Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi, dan balita.
6)      Pelayanan KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepsi disediakan BKKBN).
7)      Pemberian obat.
b.      Rawat inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas perawatan, meliputi :
1)      Akomodasi rawat inap
2)      Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan peyuluhan kesehatan.
3)      Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
4)      Tindakan medis kecil
5)      Pemberian obat
6)      Persalinan normal dan dengan penyulit (PONED)
c.       Persalinan normal, dilakukan di Puskesmas nonperawatan / Bidan di desa /Polindes / dirumah pasien / Praktek Bidan Swasta.
d.      Pelayanan gawat darurat (emergency)
2.      Pelayanan Kesehatan di PPK Lanjutan
a.       Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) di Rumah Sakit dan Balkesmas, meliputi :
1)      Konsultasi medis,pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum.
2)      Rehabilitasi medis
3)      Penunjang diagnostik laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
4)      Tindakan medis.
5)      Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan.
6)      Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping & komplikasinya (konstrasepsi disediakan BKKBN).
7)      Pemberian obat mengacu pada formularium.
8)      Pelayanan darah.
9)      Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit.
b.      Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL),dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III (tiga) Rumah Sakit, meliputi:
1)      Akomodasi rawat inap pada kelas III.
2)      Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan.
3)      Penunjang diagnostic: patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiologi dan elektromedik.
4)      Tindakan medis
5)      Operasi sedang, besar, dan khusus.
6)      Pelayanan rehabilitasi medis.
7)      Perawatan intensif (ICU,ICCU,PICU,NICU,PACU).
8)      Pemberian obat mengacu pada Formularium.
9)      Pelayanan darah.
10)  Bahan dan alat kesehatan habis pakai.
11)  Persalinan dengan resiko tinggi dan penyulit (PONEK).
c.       Pelayanan Gawat Darurat (emergency).
d.      Seluruh penderita thalasemia dijamin, termasuk bukan peserta Jamkesmas dengan prosedur sesuai dengan ketentuan.

3.      Pelayanan Yang Dibatasi
a.       Kacamata
b.      Alat Bantu dengar
c.       Alat bantu gerak
d.      Kacamata, alat bantu dengar,dan alat bantu gerak tersebut diatas disediakan oleh Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak-pihak lain dan di kalimkan terpisah dari paket INA-DRG.
4.      Pelayanan Yang Tidak Dijamin
a.       Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan.
b.      Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika
c.       General Chek Up
d.      Prothesis gigi tiruan
e.       Pengobatan alternatif (antara lain: akupuntur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah.
f.       Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi.
g.      Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, kecuali memang yang bersangkutan sebagai peserta Jamkesmas.
h.      Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial.
Sarana Pelayanan Yang Telah Bekerjasama Dengan Program Jamkesmas di Provinsi DIY
1.      Seluruh Puskesmas se Provinsi DIY
2.      Rumah Sakit (RS) sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), yaitu :
● RS di Kota Yogyakarta
      1).        RSUD Kota Yogyakarta
      2).        RS PKU Muhammadiyah
      3).        RS Bethesda Yogyakarta
4).        RS Panti Rapih
5).        RSI Hidayatullah
6).        Balai pengobatan Penyakit Paru-Paru Yogyakarta (BP4)
7).        RS Rem 721/DKT Yogyakarta
8).        RS Bethesda lempuyangwangi
9).        RS Khusus Bedah Soedirman
10).      RS Haooy Land
11).      RS Ludiro Husada Tama


● RS di Kab.Bantul
1).        RSUD Panembahan Senopati Bantul
2).        RS PKU Muhammdiyah Bantul
3).        RSU Patmasuri Bantul
4).        RSI Nur Hidayah
5).        RS Permata Husada
6).        RS Rachma Husada
7).        RS Rajawali Citra
8).        RS Santa Elisabeth
● RS di Kab. Kulon Progo
1).        RSUD Wates
2).        RS Rizki Amalia
3).        RS Kharisma Paramedika
      ● RS di Kab. Sleman
            1).        RSUP Dr. Sardjito
            2).        RSUD Sleman                       
            3).        RSJ Grhasia
            4).        RS Panti Rini
            5).        RS Puri Husada
            6).        RS Panti Nugroho
            7).        RS PDHI Kalasan
            8).        RSIA Sakina Idaman
            9).        RS Condong Catur
            10).      RS Queen Latifa
11).      RS Prambanan
12).      RS Mitra Paramedika

Pelayanan Kesehatan Peserta Jamkesmas Di Rumah Sakit
Berdasarkan laporan PT Askes tahun 2010, cakupan kunjungan rawat jalan di Rumah Sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2010 sebesar 133.153 orang (14,13%) meningkat 21.481 orang (19,23%) di banding tahun 2009 yaitu 111.672 orang (11,85%). Hal ini menunjukkan bahwa sistem rujukan di Puskesmas maupun Rumah Sakit tetap berjalan dengan baik. Karena pelayanan kesehatan tingkat dasar tidak dilayani di Rumah Sakit. Di samping itu Rumah Sakit telah melakukan tindakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kewenangannya. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya cakupan rawat jalan di Puskesmas. Kunjungan rawat jalan tertinggi di RSUP Dr. Sardjito 38.350 orang, disusul Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul sebesar 30.389 orang, disusul dengan dan RSUD Wates sebesar 14.021 orang.
            Sedangkan kunjungan rawat inap di Rumah Sakit tahun 2010 sebesar 29.210 orang (3,10%),meningakat 233 orang (0,76%) dibanding tahun 2009 yaitu sebesar 29.067 (3,09%). Kunjungan rawat inap tertinggi RSUP Dr. Sardjito sebesar 4.898 orang, disusul Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul sebesar 4619 orang, disusul dengan RSUD Wonosari sebesar 4.263 orang. Kunjungan rawat inap terendah di RS Queen Latifa yaitu sebsesa 8 orang dikarenakan Rumah Sakit tersebut mealkukan kerjasama dengan Jamkesmas mulai bulan November 2010.
           
Jumlah kunjungan IGD peserta Jamkesmas di Rumah Sakit selama tahum 2009 sebesar 5.665 orang da nada kenaikan sebesar 3.808 orang (40.19%) dibanding tahun 2008. Kunjungan IGD terbesar adalah RSUD Kota Yogyakarta yaitu 3.124 orang, RSUD Wonosari sebesar 1.959 orang,dan RSUP sebesar 1.067 orang.


Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi D.I.Yogyakarta

REKAPITULASI SEPULUH BESAR PENYAKIT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2010

Januari-Desember 2010
No
NAMA PENYAKIT
JUMLAH
1
Other medical care,Chemotherapy session for neoplasm
841
2
Other medical care,Other specified medical care
93
3
Other medical care, prepatory care for subsequent treatment not elsewhere classified
71
4
Liveborn infanta according to place of birth,singleton born in hospital
61

5
Other septicaemia,septicaemia,unspectcified
58
6
Single spontaneous delivery, spontsneous vertex delivery
57
7
Malignant neoplasm of breast, breast, unspecified
33
8
Intracnial injury, concusion rith open intracranial wound
31
9
Intracranial injury, concussion, without open intracranial wound
31
10
Urethral stricture, urethal stisture, unseccified
30
Sumber : Txt File Rumah Sakit / Dinas Kesehatan Provinsi D.I Yogyakarta
PELAYANAN JAMKESMAS DI PUSKEMAS
            Pelayanan Jamkesmas di Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan dasar yang kegiatannya diutamakan pada usaha kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Usaha kesehatan perorangan meliputi pelayanan Rawat Jalan, pelayanan Rawat  Inap, Pertolongan Persalinan, Spesialistik, Pelayanan Rujukan,Pelayanan Kesehatan perorangan Primer bersifat pencegahan sekunder yang meliputi diagnose awal/dini dan tindakan yang tepat baik pelayanan kesehatan di luar gedung di dalam gedung.
            Cakupan kunjungan rawat jalan di Puskesmas tahun 2010 sebesar 919.008 orang( 106,04) atau rata-rata 8.83%per bulan sehingga meningkat 196.674 orang (24,51%) dibanding tahun 2009 sebesar 802.334 orang (85,16%). Hal ini menunjukkan bahwa cakupan rata-rata kunjungan peserta jamkesmas di Puskesmas adalah 2,04% per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan rata-rata kunjungan rawat jalan di Puskemas diatas target nasional (15%). Tingginya cakupan kunjungan rata-rata Puskesmas menunjukkan bahwa masyarakat lebih memprioritaskan tindakan kuratif daripada preventif karena memanfaatkan kartu Jamkesmas.
            Cakupan kunjungan rawat inap di Puskesmas Tahun 2010 sebesar 8.426 orang (0,89%) meningkat 37.918 (69,20%) dibanding tahun 2009 sebesar 16.872 orang atau 1.79%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kunjungan rawat inap peserta Jamkesmas di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah 5,76% per bulan. Rendahnya cakupan kunjungan rawat inap di Puskesmas menunjukkan bahwa sistem rujukan di Puskemas telah berjalan baik dan Puskesmas lebih menekankan program pemerintah di bidang preventif maupun promotif sehingga pelayanan kesehatan di Puskesmas efektif dan efisien.


Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta

REKAPITULASI SEPULUH BESAR PENYAKIT RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2010
NO
NAMA PENYAKIT
JUMLAH
1
Common Cold (J00)
17.951
2
ISPA (J06)
17.101
3
Hypertension essensial (I10)
16981
4
Gastristis dan duodentis (K29)
8005
5
Other tissue discorder ( M62)
7318
6
Cepalgia (R51)
6796
7
Other joint desosder (M25)
4840
8
Asthma (J45)
4804
9
Dyspepsia (K30)
4593
10
Allergic contact dermatitis (L23)
4080
Sumber: Laporan Kabupaten/Kota 2010
REKAPITULASI SEPULUH BESAR PENYAKIT RAWAT INAP DI PUSKESMAS DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2010
NO
NAMA PENYAKIT
JUMLAH
1
Demam typhoid & paratyphoid(01)
465
2
Demam yang tidak diketahui penyebabnya(A01)
288
3
Diarea dan gastroenteristis (R50)
206
4
Diarea dan gastroenteristis (R50)
133
5
Astma (J45)
102
6
Hypertension essensial
71
7
Dyspepsia (K30)
54
8
Cepalgia
41
9
Nausea dan Vomiting (R11)
34
10
Common cold ( J00)
28
Sumber: Laporan Kabupaten/Kota 2010

Masalah Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit
Permasalahan pelayanan kesehatan untuk peserta Jamkesmas lebih banyak berada di Rumah Sakit, sedangkan di Puskesma tidak ada. Masalah tersebut antara lain :
1.      Adanya mispersepsi dari masyarakat tentang pelayanan Jamkesmas yaitu persepsi tentang perbedaan pelayanan pada peserta jamkesmas sehingga masyarakat tidak menunjukkan  kartu Jamkesmas pada waktu berobat di Rumah Sakit.
2.      Adanaya over utilization di Rumah Sakit terutama Rumah Sakit swasta yang mengakibatkan pelayanan tidak efektif dan efisien.
3.      Pasien tidak memahami prosedur rujukan dan image pelayanan di Rumah Sakit pemerintah kurang baik sehingga pasien meminta rujukan ke Rumah Sakit swasta.
4.      Pasien membawa kartu jamkesmas yang lama (Kartu Askeskin) sehingga pasien tidak dapat dilayani di Rumah Sakit.
5.      Sosialisasi pelayanan Jamkesmas di Rumah Sakit kepada tenaga medis dan paramedis di Rumah Sakit kurang sehingga petugas sering menerapkan cost sharing pada peserta Jamkesmas.
6.      Moral Hazard dari pasien bukan peserta jamkesmas dengan membawa dan menunjukkan kartu jamkesmas milik orang lain, kemudian mengaku sebagai peserta Jamkesmas.
7.      Peserta Jamkesmas kehilangan kartu jamkesmas tidak melapor ke PT Askes sehingga saat dipergunakan untuk berobat ke Rumah Sakit, baru mengurus kartu.

Macam-macam keluhan dalam penerapan Jamkesmas
            Berdasarkan laporan dari Kabupaten/kota, selama tahun 2008 pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas yang telah dikontrak kerjasama dengan program Jamkesmas tidak ada keluhan dari PPK maupun peserta. Akan tetapi keluhan yang diterima di Dinas Kesehatan merupakan keluhan yang diterima di Dinas Kesehatan merupakan keluhan langsung dari peserta Jamkesmas yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sedangkan peserta Jamkesmas yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas hanya sebagian kecil.

Keluhan antara lain:
1.      Peserta Jamkesmas tidak menunjukkan kartu Jamkesmas pada waktu pertama datang di rumah sakit, karena peserta beranggapan bahwa “ada perbedaan perlakuan Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan “ terhadap peserta Jamkesmas sehingga mengakibatkan pasien dilayani sebagai pasien umum.
2.      Peserta yang belum mendapat kartu kepesertaan Jamkesmas.Sebagian besar keluhan yang diterima adalah besarnya animo masyarakat miskin diluar kriteria BPS maupun kasus live saving yang belum mendapat kepesertaan jaminan kesehatan dari pemerintah pusat atau pemerintaha daerah.
3.      Bayi baru lahir yang orang tuanya peserta jamkesmas akan tetapi sampai dengan umur 5 bulan bayi tersebut belum didaftarkan sebagai peserta sehingga apabila bayi menderita sakit ada kesulitan mendapatkan jaminan kesehatan di Rumah Sakit yang disebabkan mespersepsi petugas di Rumah Sakit.

Solusi Pelayanan Kesehatan
1.      Petugas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan puskesmas sebagai pelayanan terdepan kepada masyarakat untuk dapat membuktikan bahwa pelayanan jamkesmas tidak membedakan status sosial sehingga persepsi tentang perbedaan pelayanan pada peserta jamkesmas terkikis.
2.      Rumah sakit over utilization dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit terutama Rumah Sakit terutama Rumah Sakit swasta sehingga pelayanan efektif dan efisien, dan apabila melanggar Rumah Sakit dikenakan sanksi yang tegas.
3.      Perlu sosialisasi terus menerus pada peserta Jamkesmas dan dukungan stakeholder sehingga masyarakat mentaati sistem rujukan.
4.      Perlu  evaluasi besaran biaya pelayanan untuk penyakit dengan mempertimbangkan biaya investasi dan biaya tetap.

           


E.     EVALUASI
Masalah demi masalah menerpa kinerja jamkesmas. Baik dari segi teknis maupun non-teknis, namun ada masalah yang paling mendasar dari masalah – masalah yang timbul pada JAMKESMAS. Masalah utamanya yaitu belum ada tools untuk merekap semua pendataan masyarakat yang mendapatkan JAMKESMAS. Akibatnya, masalah yang sama selalu terulang dari tahun ke tahun. Masalah yang paling sering terulang adalah masalah ketidakakuratan data kepesertaan, sistemasi pendanaan, dan pelayanan. Ketiga aspek ini sangat membutuhkan tools yang tepat dan dapat memberikan keakuratan data. Evaluasi yang dilakukan juga dilakukan bagi rumah sakit – rumah sakit yang mempunyai keterikatan kontrak terhadap penerimaan akses JAMKESMAS.
Salah satu tools yang bisa diperbaiki untuk jamkesmas yang lebih baik yaitu e-ktp. Ini merupakan evaluasi yang untuk memperbaiki kinerja JAMKESMAS yang lebih baik untuk kedepannya. Dalam e-ktp ini para penduduk yang sudah masuk 14 kriteria yang sudah ditentukan oleh BPS, dalam surveinya, dapat terdata secara baik apakah dia sudah termasuk akses JAMKESMAS, JAMKESOS, atau JAMKESDA. Dalam e-ktp ini juga bisa menghindari masyarakat yang memperoleh asuransi ganda dalam kesehatan, selain kesehatan bagi masyakat yang sudah menerima asuransi kesehatan tidak bisa menerima subsidi pemerintah yang lainnya seperti: raskin, blt, dll. Sehingga dana pengeluaran pemerintah untuk subsidi berkurang dan bisa dialihkan ke pengeluaran pemerintah yang lainnya. Lalu, mengenai masalah moral hazards yang timbulpun bisa diantisipasi dengan e-ktp ini.
Sedangkan untuk pengawasan dalam rumah sakit dari Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta mempunyai badan independent yang dipekerjakan langsung oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Badan independent tersebut akan meninjau pelaksanaan JAMKESMAS yang terlaksana di rumah sakit di seluruh penjuru Indonesia yang melakukan perjanjian kontrak dengan Kementrian kesehatan dalam pelaksanaan JAMKESMAS. Badan tersebut akan melakukan pencatatan dan pelaporan apa yang terjadi dalam JAMKESMAS seperti, keluhan terhadap pelayanan, pasien yang nakal, pihak rumah sakit yang nakal, dll. Sehingga evaluasi untuk JAMKESMAS untuk kedepannya sudah terencana dengan baik.





     

BAB III

(Kesimpulan dan Saran)










 

1 komentar: